Page 38 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 38
28 MP3EI: Master Plan Percepatan dan Perluasan
Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
Akhir
Bagian Pendahuluan ini bertujuan untuk menyajikan profil singkat MP3EI sebagaimana tertera dalam buku tebal MP3EI dan
dokumen-dokumen lainnya. Satu hal yang paling tampak adalah bahwa Master Plan ini tak membicarakan hal lain kecuali
mantra: investasi, investasi, investasi!
Membaca buku MP3EI, pembaca akan disajikan dengan pengalaman indah tentang Indonesia. Sejak halaman pertama, buku
ini menampilkan foto-foto tentang betapa kayanya Indonesia. Buku MP3EI juga menyajikan berbagai catatan statistik tentang
kekayaan alam Indonesia, mulai dari kandungan mineral yang tersimpan di dalam basin dan lempengan yang berjajar dari
Sumatera ke Papua, potensi kesuburan tanahnya yang bisa menghasilkan berbagai macam komoditi global yang tidak bisa
tumbuh di sembarang tempat kecuali Indonesia, hingga potensi tenaga pekerja kerasnya yang bisa dibayar murah. Semua itu
tentu saja tawaran untuk investor yang terdiri dari perusahaan-perusahaan raksasa, karena hanya merekalah yang mampu
melakukan pengerukan dengan dalih pembangunan itu.
Desain pembangunan MP3EI jelas tidak ditawarkan untuk mengurus para pedagang kecil yang membuka lapak di emperan-
emperan jalan yang setiap waktu digusur. Desain MP3EI juga bukan diperuntukkan bagi penduduk di Sumatera dan
Kalimantan yang terampas lahannya untuk perkebunan sawit raksasa yang luasnya ratusan ribu hektar. Tawaran ini juga
bukan untuk masyarakat adat di pedalaman kepulauan Maluku-Papua. Sekali lagi, Master Plan ini hanya berbicara pada
pengusaha, investor, bankir, dan kepala negara-negara industri maju. Dari awal hingga akhir Bab dalam buku MP3EI,
semuanya ditopang oleh cerita-cerita kayanya alam Indonesia; tersedianya tenaga kerja murah; dan berbagai macam
insentif yang berupa keringanan pajak (tax allowance), pembebasan pajak (tax holiday), pemotongan pajak penghasilan (tax
deductible); pemangkasan regulasi dan perijinan yang menghambat industri; layanan infrastruktur yang disediakan negara
kepada korporasi raksasa.
Skandal yang paling tragis dari cerita MP3EI adalah seluruh ruang hidup rakyat Indonesia kini digadaikan seperti barang
dagangan dengan harga murah. Dan, Presiden justru terang-terangan menempatkan dirinya sebagai Kepala Pemasaran
untuk Penjualan Tanah-Air Indonesia![]