Page 302 - Pemikiran Agraria Bulaksumur, Telaah Awal Atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo, Masri Singarimbun dan Mubyarto
P. 302

Mubyarto dan Ilmu Ekonomi yang Membumi
               si spesifik Hindia Belanda waktu itu, yaitu pertama, faktor sosial-
               historis Hindia Belanda itu sendiri; kedua adalah faktor geografi
               ekonomi; dan ketiga adalah faktor etnologi.
                   Keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada ilmu ekonomi
               konvensional semakin hari semakin bersifat terbuka. Tak heran
               jika kemudian pada bagian awal pidato pengukuhannya, yang
               dibacakan pada 19 September 1978, Roekmono Markam menye-
               but bahwa tak ada persoalan yang paling menyulitkan para guru
                                                           141
               besar ekonomi waktu itu selain persoalan “relevansi”.  Persoalan
               yang sama pula yang telah mendorong Mubyarto untuk terus
               berburu “kijang ilmiah” Ekonomi Pancasila. Baginya, keterba-
               tasan yang melekat pada teori ekonomi konvensional tak bisa
               hanya disiasati di level kebijakan, melainkan juga harus dicarikan
               kerangka teoritis baru penggantinya, sebuah posisi yang jelas jauh
               berseberangan dengan pandangan yang dipegang oleh Emil
               Salim.
                   Jika menyimak riwayatnya yang cukup panjang, ditambah
               dengan sejumlah polemik yang pernah menyertainya, gagasan
               Ekonomi Pancasila sebenarnya bisa dikatakan telah “memiliki
               sejarah sendiri” dan merupakan salah satu milestone dari pemi-
               kiran kaum intelektual Indonesia. Meskipun demikian, Ekonomi
               Pancasila hingga kini masih merupakan gagasan fragmentaris
               yang belum tersimpul menjadi sebuah gagasan utuh. Secara teo-
               ritis, gagasan keilmuan ekonomi dibangun dari beberapa kompo-
               nen teori, seperti teori tentang konsep manusia, teori sistem ekono-
               mi, teori ekonomi (murni) dan teori ilmu pengetahuan. Pada Eko-
               nomi Pancasila, komponen-komponen itu belum terlihat padu.
                   Meski beberapa sarjana terkemuka telah mencoba mengam-


                   141  Markam, op.cit., hal. 1.

                                                                  283
   297   298   299   300   301   302   303   304   305   306   307