Page 32 - deCODE Vol 1/2018
P. 32
deExperience
KOMIK bersama siswa-siswi Malingping
LDK KOMIK
Belajar Organisasi, Belajar dari Masyarakat
Sumber Foto: Dokumentasi KOMIK
Memahami dan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya berorganisasi dan kepemimpinan dengan cara menggali masalah masyarakat dan sharing pengetahuan? Inilah yang dilakukan awak Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi (KOMIK) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). ‘’Seru dan banyak pelajaran yang bisa diambil,’’ kata seorang peserta.
Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) lazim dilalui mahasiswa yang baru bergabung dalam organisasi intra maupun ekstra kampus. Umumnya, pelatihan
dilakukan dalam bentuk kegiatan indoor diisi ceramah materi-materi keorganisasian dan kepemimpinan atau outdoor seperti outbound dan games.
‘’Tapi kami mencoba cara yang sedikit berbeda. Materi- materi keorganisasian, dicicil dalam pertemuan per pekan di kampus sebelum dan sesudah LDK khusus. Sementara untuk LDKnya sendiri, kami memadukan pendalaman masalah ke masyarakat dan sharing pengetahuan serta pengalaman. Bagian ini, di kampus disebut pengabdian masyarakat,’’ kata Arif Laksono Putra, Ketua KOMIK-FISIP UAI 2016-2017.
Disain pelatihan dirancang-diskusikan Arif, bersama Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Edoardo Irfan, Sekretaris Jurusan Bidang Kemahasiswaan, Nanang Haroni dan Chairijal Thabrani, konsultan pendidikan/ voluntir dari Yayasan Paras.
‘’Konsep utamanya, mengajak langsung mahasiswa untuk memahami persoalan sebuah kelompok masyarakat
desa yang membutuhkan sumbangsih pemikiran atau
ide untuk lebih berdaya. Kegiatan ini sudah beberapa tahun vakum, jadi kita mulai lagi dengan konsep baru,’’
32 deCODE|Oktober 2017
tutur Edo, panggilan Edoardo. Arif dan pengurus harian KOMIK, kemudian berangkat bersama 34 mahasiswa pengurus organisasi ke Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping, Lebak, Banten. Secara umum, desa ini terdiri dari kampung-kampung yang masih terbatas kondisinya. Kegiatan yang diberi nama ORGANIK (Orientasi Keorganisasian Ilmu Komunikasi) ini, dilaksanakan pada 12-14 Februari dan dipusatkan di Yayasan Pendidikan Islam, Jami’iyyatul Mubtadi Cibayawak (JMC), Desa Pagelaran sebagai titik berangkat.
‘’Setelah mendapat informasi kondisi daerah, saya
sendiri yang melakukan survei lokasi. Untuk konsep
yang telah dirancang, memang cocok. Ada beberapa sekolah yang kondisinya memprihatinkan, dan kampung- kampung yang akses jalannya saja sulit. Jadi, kami sangat bersemangat,’’ kata Arif. Apa sebenarnya target yang ingin dicapai? ‘’Karena ini tahap pertama, ide utamanya, mereka akan diajak berefleksi tentang persoalan yang mereka temukan dan ide apa yang mungkin hadir ketika mereka
ditantang berkontribusi menyelesaikan masalah.
Umum nya, ide- ide pemberdayaan yang muncul membutuhkan sejumlah orang yang terorganisasi untuk mewujudkannya,’’ kata Chairijal yang juga trainer dan pendamping program-program pendidikan di JMC.