Page 134 - Wabah (KUMPULAN CERPEN)
P. 134

anggukan pelan dari adiknya. “Rinai suka Hello Kitty dan
           mungkin adik Nyala lebih suka yang Elsa. Rinai mau melihat
           takbir keliling dengan lampion.”
               “Tapi tidak ada takbir keliling tahun ini, Kakak,” balas
           bapaknya.
               “Apakah karena Covid, Papa? Apakah tidak ada takbir
           keliling?”
               Bapaknya tersenyum lalu mengangguk. “Dan mungkin
           sepanjang tahun ini kita tidak akan kemana-mana dan akan
           banyak di rumah saja.”
               “Tak apa, “ jawab Rinai setelah tercenung agak lama.
           “Kita tetap beli lampion itu, biar Pak Pedagang senang kalau
           dagangannya laku terjual.”
               Bapaknya tersenyum. Airmataku menetes diam-diam.
           Terkenang barisan pawai di malam takbiran. Terbayang su-
           ara takbir menggema di antara gemuruh suara drumband.
           Kupeluk Rinai dengan haru. Di sampingnya, Nyala telah
           terlelap lebih dulu.
               Dan kami menemukan pedagang lampion itu di alun-
           alun saat suara takbir berkumandang dari masjid. Pedagang
           tua dengan sepedanya persis yang diceritakan bapaknya.
               Rinai seperti sudah paham atas semua yang sedang ter-
           jadi. Barangkali bertahan di dalam rumah belakangan ini
           tidak membuatnya merajuk ingin melihat takbir keliling.
           Wajahnya begitu polos, tidak ada sedikit pun riak kecewa
           di matanya.
               Bersama adiknya, Rinai pura-pura menjadi penari takbir
           keliling. Mereka memakai kerudung panjang yang tampak


                                  116
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139