Page 19 - BAB 10 SISWA
P. 19

instrument  musiknya  bernama  bonang.  Dengan  strategi  dan  media  dakwah  tersebut  semakin
            banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya, sehingga lama kelamaan Raden Makdum Ibrahim
            lebih dikenal dengan nama Sunan Bonang.
                    Sunan  Bonang  mempelajari  ilmu  agama  dari  pesantren  Sunan  Ampel,  ayahnya  sendiri.
            Kemudian ia melanjutkan memperdalam ilmu agama Islam sampai keluar pulau Jawa bahkan sampai
            di Pasai, yang pengajarnya berasal dari Timur Tengah maupun India.

                    Selesai belajar ilmu agama di Pasai, Sunan Bonang kembali ke Jawa dan meneruskan jejak
            ayahandanya untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Bonang kemudian menjadi salah satu dari
            Wali Songo yang berdakwah di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Rembang, Lasem dan
            Tuban. Ia pun menyebarkan Islam dengan cara-cara seperti yang ditempuh oleh ayahandanya.

                    Sunan Bonang pun menggunakan pendekatan budaya sebagai sarana dakwahnya. Ia tidak
            serta merta mengganti budaya yang telah berkembang sebelumnya di wilayah dakwahnya, namun
            menyerap budaya yang sudah ada kemudian dipadukan dengan ajaran dan nilai-nilai Islam. Sunan
            Bonang memanfaatkan salah satu alat musik tradisional yang ada di Jawa Timur yaitu bonang yang
            merupakan  salah  satu  instrumen  dalam  set  gamelan  Jawa.  Sunan  Bonang  dianggap  memiliki
            kreatiitas dan daya seni yang luar biasa karena selain memainkan alat musik ia juga berdakwah.

                    Di antara masyarakat awam yang ada di wilayah Tuban, yang belum tertarik untuk masuk
            Islam, tetapi mereka tertarik terlebih dahulu dengan permainan alat musik bonang, dan hal tersebut
            tidak  menjadi  persoalan  bagi  Sunan  Bonang.  Ia  menerima  dengan  senang  hati  apapun  respons
            masyarakat  terhadapnya.  Sebab  baginya,  tertarik  dengan  permainan  bonang  terlebih  dahulu,
            setelah terbiasa mendengar permainan bonang yang di dalamnya ia juga berkesempatan untuk
            berdakwah,  kelak  masyarakat  pun  akan  menerima  ajaran  Islam  yang  ia  bawa  dengan  penuh
            kerelaan.

                    Kreatiitas permainan bonang yang dilakukan oleh Sunan Bonang juga dipadukan dengan
            kepandaiannya menyusun syair-syair yang ia masukkan ajaran-ajaran dakwah untuk menanamkan
            nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Dengan cara yang begitu kreatif, akhirnya banyak masyarakat
            yang  tertarik,  apalagi  syair-syair  yang  disusun  oleh  Sunan  Bonang  berisi  ajaran  Islam  yang
            disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Sunan Bonang sering menyenandungkan

                    syair-syair tersebut di kerajaan Majapahit. Kompetensi dan kemampuannya membawakan
            syair-syair  yang  diiringi  musik  gamelan  tersebut  dianggap  sebagai  sebuah  karya  seni  sekaligus
            sebagai sarana dakwah sehingga semakin banyak masyarakat yang menjadi pengikutnya memeluk
            ajaran Islam. Syair-syair dengan nilai sastra berisi tentang keindahan dan disisipkan ajaran-ajaran
            Islam yang diciptakan oleh Sunan Bonang ini, kemudian dikenal dengan nama Suluk. Sampai saat ini
            suluk-suluk tersebut masih dapat dibaca dan dipahami sebagai referensi untuk menjalankan ajaran
            dakwah Islam di era modern saat ini pun. Suluk tersebut berbentuk prosa atau puisi-puisi yang
            kemudian dilantunkan dengan iringan alat musik bonang.
                    Melalui suluk, Sunan Bonang terus menyampaikan kedalaman makna ajaran Islam kepada
            pengikutnya.  Suluk  sendiri  memiliki  arti  mengenal  atau  mendekatkan  diri  kepada  Allah  Swt.,
            sehingga syair-syair yang diciptakan tidak hanya memiliki keindahan dari unsur sastra, tetapi juga
            berisi  tentang  ajaran  mengenai  kecintaan  kepada  Sang  Pencipta  Allah  Swt.  Sunan  Bonang
            menanamkan kepada masyarakat dan pengikutnya bahwa cinta kepada Sang Pencipta adalah cinta
            yang  hakiki,  bersifat  mendalam  dan  menyeluruh,  sehingga  apabila  manusia  telah  mencintai
            Tuhannya, maka manusia akan mampu menemukan kedamaian hati yang sesungguhnya.
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24