Page 154 - Buku SKI XI MA
P. 154

Resolusi  Jihad  tanggal  22  Oktober  1945.  Peristiwa  penting  yang  merupakan

                        rangkaian  sejarah  perjuangan  Bangsa  Indonesia  melawan  kolonialisme.  Peristiwa
                        tersebut kini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

                               Pada tanggal 9 November 1945 Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari sebagai
                        pemimpin  tertinggi  Laskar  Hizbullah  menggalang  kekuatan  dari  seluruh  penjuru

                        Surabaya untuk menghadapi setiap kemungkinan dengan penolakan terhadap sekutu
                        NICA (Netherlands-Indies Civil Administration). KH. Abbas Abdul Jamil (Buntet)

                        memimpin Komando Pertempuran dibantu oleh KH. Wahab Hasbullah, Bung Tomo,

                        Roeslan Abdul Ghani, KH. Mas Mansur dan Cak Arnomo. Bung Tomo berpidato
                        dengan disiarkan radio, membakar semangat para pejuang dengan pekik takbirnya

                        untuk bersiap syahid fi sabililah. Peristiwa heroik pada tanggal 10 November 1945

                        yang diperingati sebagai hari Pahlawan tidak lepas dari rangkaian panjang semangat
                        resolusi jihad yang dicetuskan di markas NU, Jalan Bubutan VI No. 2 Surabaya.

                               Kiranya  kegigihan  perjuangannya,  Hadratus  Syekh  KH.  Hasyim  Asy’ari
                        dikukuhkan  sebagai  Pahlawan  Nasional  yang  ditetapkan  oleh  Presiden  Soekarno

                        dalam Keppres nomor 249 tahun 1945.
                    8.  Majelis Islam A’la Indonesia (1937 M)

                               Majelis  Islam  A’la  Indonesia  (MIAI)  merupakan  wadah  bagi  ormas-ormas

                        Islam di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan. MIAI didirikan pada Selasa
                        Wage, 15 Rajab 1356 atau 21 September 1937 atas prakarsa KH. Hasyim Asy’ari.

                        Di antara organisasi Islam anggota MIAI adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama
                        (NU), Al Irsyad, Partai Arab Indonesia (PAI), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII),

                        Al  Khoiriyah,  Persyarikatan  Ulama  Indonesia  (PUI),  Al-Hidayatul  Islamiyah,
                        Persatuan  Islam  (Persis),  Partai  Islam  Indonesia  (PII),  Jong  Islamiaten  Bond,  Al-

                        Ittihadiyatul Islamiyah dan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).

                               Pada  awalnya  MIAI  hanya  menjadi  koordinator  (mediator)  untuk  berbagai
                        kegiatan, kemudian dikembangkan sebagai wadah untuk mempersatukan para umat

                        Islam tanah air untuk menghadapi politik Belanda yang memecah belah para ulama

                        dan partai Islam. Pada periode 1939-1945 para ulama bergabung bersama dalam satu
                        majelis.

                               Pada tahun 1943 MIAI dibubarkan, karena penjajah yang berkuasa pada saat
                        itu menganggap MIAI sudah tidak relevan dengan kebijakan penjajah. Oleh sebab

                        itu  dibuat  kebijakan  baru  yang  bisa  mengakomodasi  kebijakan  penjajah  terhadap
                        umat Islam. Untuk merealisasikannya, maka diganti dengan Majelis Syuro Muslimin






               140 SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS XI
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159