Page 68 - EMODUL TEMATIK VIODILLA PUTRI
P. 68
Kawanan gajah pun merusak beberapa rumah hingga rata dengan
tanah.
Mengetahui hal ini, esoknya ada seorang pemuda yang geram. Ia
pun mencari pendekar pengusir gajah ke penjuru Lampung. Kemudian
sampailah si pemuda di kaki Gunung Pesagi. Disana ia bertemu dengan
seorang kakek yang juga mantan pendekar pengusir gajah. Tapi kini ia
sudah renta. Ia tak akan bisa lagi berhadapan dengan gajah.
Kakek tersebut memberi tahu bahwa ada seorang pendekar gajah
di kawasan Pegunungan Lampung. Namanya adalah Pendekar Kahut
Liman. Pemuda itu pun bergegas mencari seorang yang bernama
Pendekar Kahut Liman. Kemudian bertemulah ia dengan si pendekar. Ia
sedang menggarap sawah miliknya di Pegunungan Lampung.
Si pemuda langsung menyampaikan keperluannya. Ia pun
mengajak si Pendekar untuk datang ke desanya. Singkat cerita Si
Pendekar pun datang ke desa itu dan melihat kawanan gajah yang
sedang murka. Si Pendekar diam saja. Pendekar justru tak melakukan
apa-apa.
Warga kecewa dengan si pendekar dan hendak mengusir sang
pendekar itu. Masyarakat mengganggap pendekar itu tak berguna.
Kemudian si pendekar mengatakan alasannya diam saja saat gajah
datang menyerang. "Tidak ada pemimpin kawanan gajah itu, oleh sebab
itu aku tidak bisa berbicara dengan mereka"
Masyarakat sekitar memberikan kesempatan kedua pada si
pendekar. Namun pendekar meminta syarat agar para masyarakat
menyaksikan percakapannya dengan pemimpin gajah.
Malamnya gajah pun datang. Kali ini sang pemimpin gajah datang.
Pemimpin gajah membaca isyarat yang diberikan pendekar kahut liman
yang ditulis di salah satu punggung gajah. Dialog pun terjadi, pemimpin
gajah dan pendekar berhadapan. Mereka berbicara menggunakan
bahasa isyarat.
"Wahai masyarakat yang terhormat, tuan gajah ini menyampaikan
satu syarat agar mereka tidak mengganggu kampung ini lagi" ucap
pendekar gajah.
"Iya sebutkan saja, kami akan menyanggupi asal gajah ini tidak
mengganggu kami dan anak cucu kami" kata kepala suku desa.