Page 31 - BACKUP
P. 31
EKOSISTEM & PERMASALAHAN LUNGKUNGAN E-MODUL
Frasa lahan basah seringkali digunakan oleh masyarakat di Indonesia. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia secara harfiah, frasa lahan basah berasal dari dua kata yaitu lahan
yang bermakna ‘tanah terbuka’. Kemudian basah
bermakna (1) mengandung air atau cair, (2) belum
kering, dan (3) banyak mendatangkan keuntungan.
Maka dapat diketahui bahwa lahan basah merupakan
lokasi suatu daerah yang dapat mendatangkan banyak
keuntungan.
Secara tipologi ekosistem lahan basah yang terdiri Istilah “Lahan Basah”, sebagai
terjemahan “wetland” baru
dari dua tipologi yaitu ekosistem air tawar dan
dikenal di Indonesia sekitar
ekosistem estuarin. Ekosistem air tawar terdiri dari air tahun 1990. Sebelumnya
masyarakat Indonesia menyebut
yang tenang seperti: empang, rawa, dan tambak. kawasan lahan basah
Sedangkan ekosistem estuarin terpengaruh adanya berdasarkan bentuk/nama fisik
masing-masing tipe seperti:
pasang surut air laut, contohnya: payau, mangrove, rawa, danau, sawah, tambak,
dan sebagainya.
dan laguna. Lahan basah juga memiliki karakterisitik
yang berebeda dengan karakteristik lahan kering.
(Amin, 2016) mengatakan lahan kering adalah lahan
tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan secara sawah (lowland, wetland) atau secara
tegal atau ladang (upland). Lahan kering pada umumnya berupa lahan atasan, kriteria yang
membedakan lahan kering adalah sumber air. Sumber air bagi lahan kering adalah air
hujan, sedangkan bagi lahan basah disamping air hujan juga dari sumber air irigasi.
Lahan basah, berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar, diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama, yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah daratan, dan lahan
basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah tersebut, lahan basah buatan
(human-made wetlands) mungkin bisa dianggap sebagai satu-satunya kelompok lahan
basah yang memiliki posisi paling dilematis, karena di satu sisi pembangunan lahan basah
buatan memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (misal
habitat mangrove diubah jadi tambak) sementara di sisi lain pembangunan lahan basah
buatan dianggap menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai
(manfaat) lahan basah alami (Harianto & Dewi, 2017).
Untuk tujuan pengelolaan lahan basah dibawah kerangka kerjasama Internasional,
Konvensi Ramsar, mengeluarkan sistem pengelompokan tipe-tipe lahan basah menjadi 3
(tipe) utama yaitu (Komite Nasional Pengelolaan Lahan Basah, 2004):
31