Page 156 - Fikih_revisi Kls 8
P. 156

Kisah Ali bin Muwaffaq, Tukang Sepatu yang Menjadi Haji Mabrur

                      Menunaikan ibadah haji bagi seorang ulama Abdullah bin Mubarak adalah amal yang besar
                    seper  ti  jihad fi  sabilillah.  Ia  menunaikan  ibadah  haji  setelah  bekerja  keras  dan  berhasil
                    mengumpulkan 500 dinar uang emas. Ulama asal Khurasan ini berkisah. Saat dia berhaji, dirina

                    tertidur di Masjidil Haram. Ia pun bermimpi. Dalam mimpinya itu, terlihat olehnya dua malaikat

                    turun dari langit dan bercakap-cakap.
                          “Berapa jumlah orang yang menunaikan ibadah haji pada tahun ini?” kata salah satu diantara
                    keduanya. “Enam ratus ribu,” jawab malaikat satunya.

                      Lalu  malaikat  yang  tadi  bertanya  lagi,  “Berapa  yang  diterima  hajinya?” Malaikat  yang

                    satunya pun menjawab, ”Tidak ada yang diterima.”

                      Mendengar percakapan Abdullah bin Mubarak pun menjadi gemetar. Ia pun menangis.
                          “Semua  orang  yang  ada  di  sini  telah  datang  dari  berbagai  penjuru  bumi.  Dengan  dengan
                    kesulitan  yang  besar  dan  keletihan  semuanya  menjadi  sia-sia?”  pikir  Ibnu  Mubarak  dalam

                    mimpinya.

                      Tiba-tiba  salah  satu  malaikat  berkata  lagi.  “Kecuali  hanya  seorang  tukang  sepatu  di
                    Damaskus yang dipanggil Ali bin Muwaffaq. Dia tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi

                    ibadah  hajinya  diterima  dan  seluruh  dosanya  telah  diampuni.  Bahkan  berkat  dialah  ibadah

                    seluruh jamaah haji ini diterima oleh Allah.”

                      Ketika  Abdullah  bin  Mubarak  mendengar  percakapannya  itu,  dan  kemudian  terbangun.

                    Mimpi tersebut membuatnya tercenung. Setelah selesai menunaikan ibadah haji, ia berangkat ke
                    Damaskus. Mulailah menelusuri jejak Ali bin Muaffaq di lorong-lorong kota sampai akhirnya

                    tempat tinggal Muwaffaq ditemukan.

                      Sesampainya di rumah yang dicarinya, Syeikh Abdullah bin Mubarak kemudian mengetuk

                    pintu.
                      “Assalamu „alaikum warahmatullahi wabarakatuh!” sapanya sambil mengetuk pintu.

                      Setelah  itu  si  empunya  rumah  membuka  pintunya.  Terjadilah  bercakapan. Abdullah  Ibnu

                    Mubarak menceritakan perihal mimpinya. Mendengar cerita tersebut, Muwaffaq lalu menangis

                    dan jatuh pingsan.
                          Ketika  tersadar  Abdullah  bin  Mubarak  memohon  agar  Muwaffaq  berkenan  untuk
                    menceritakan semua yang dialaminya terkait dengan hajinya.

                      Kemudian  Muwaffaq  pun  berkisah  perihal  rencananya  untuk  menunaikan  ibadah  haji.  Ia

                    mengatakan  bahwa  selama  40  tahun  punya  keinginan  besar  untuk  melaksanakan  ibadah  haji.
                    Untuk itu, dirinya telah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 350 dirham dari berdagang atau

                    memperbaiki sepatu.

                      Suatu  ketika,  istrinya  yang  sedang  hamil  mencium  aroma  sedap  makanan  yang  dimasak

                    tetangganya. Kemudian sang istri memohon kepada Muwaffaq agar dapat mencicipi masakan

                    tetangganya itu walau sedikit. Lalu Muwaffaq pergi menuju tetangga yang kebetulan di sebelah
                    rumahnya.

                      Sesampai di rumah tetangganya itu Muwaffaq mengutarakan maksud kedatangannya. Tidak

                    disangka tetangganya justru menangis.
                          Ia berkata “Sudah tiga hari ini anakku tidak makan apa-apa. Hari ini aku melihat keledai mati
                    tergeletak  dan  memotongnya  kemudian  memasaknya  untuk  mereka.  Ini  bukan  makanan  yang

                    halal bagimu,” ungkapnya sambil sesunggukan dan berderai air matanya.

                      Seketika itu hati Muwaffaq menjadi terenyuh. Ia kemudian kembali ke rumah dan mengambil

                    tabungan yang terkumpul untuk berhaji dan diberikan kepada tetangganya yang membutuhkan
                    itu.
                        “Belanjakan uang ini untuk anakmu,” kata Muwaffaq.
                      Saat itu ia berkata dalam hati, “Inilah hajiku.”
                    Sumber: https://gomuslim.co.id/read/hikmah

                 140   FIKIH MADRASAH TSANAWIYAH KELAS VIII
   151   152   153   154   155   156   157   158   159   160   161