Page 29 - CETAKBIRUKY
P. 29
Bab 3 Kondisi Pengelolaan Komunikasi Publik
3.1 Kondisi umum
Membangun dan membina hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan bukan perkara mudah untuk dilakukan. Tetapi sebagai suatu lembaga, terlebih lembaga negara yang secara kelembagaan merupakan public goods, harus melakukan komunikasi publik tersebut. Di sinilah kemudian fungsi dan peran praktisi humas Komisi Yudisial diuji kapabilitas dan pengetahuannya.
Namun, berdasarkan kajian pemetaan masalah komunikasi publik di Komisi Yudisial, proses komunikasi publik di Komisi Yudisial belum dapat dikatakan ideal atau belum menjadi prioritas bagi lembaga. Kajian ini berdasarkan analisis situasi berupa pengumpulan data dan fakta, serta mengembangkan prinsip-prinsip (menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran) dengan cara formal maupun nonformal. Cara formal dilakukan melalui penelitian dengan metode survei, kuesioner, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan lain lain. Selanjutnya, data diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode ilmiah untuk menghasilkan simpulan dan rekomendasi.
Cara nonformal dilakukan dengan cara mendengarkan, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis data (informasi dan keterangan) serta dikerjakan dengan sistematis. Berdasarkan hasil pengolahan data yang digali melalui Focus Group Discussion (FGD) ditemukan sejumlah masalah komunikasi publik yang berakar dari dimensi internal kelembagaan Komisi Yudisial yang dianalisis melalui excellence theory untuk menentukan kualitas kehumasan lembaga.
Lemahnya Fungsi Komunikasi
Idealnya, komunikasi publik menempati posisi strategis dalam kebijakan lembaga publik. Komunikasi publik sangat penting dalam menyampaikan kebijakan maupun program lembaga publik, sehingga pemangku kepentingan dapat memahami kinerja lembaga. Namun realita komunikasi publik tidak berjalan secara optimal karena disebabkan sejumlah hal.
Cetak Biru Komunikasi Publik Komisi Yudisial | 20