Page 297 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan (z-lib.org)_Neat
P. 297

”Bangun, Kamerad,” kata seorang temannya, ”Revolusi tak terjadi
              di tempat tidur.”
                 Dengan dipimpin Kamerad Kliwon sendiri yang telah membuang
              semua rasa kantuknya dan dibuat keras hati oleh rencana itu, tiga pu-
              luh perahu kecil bergerak di bawah langit cerah yang hanya ber hiaskan
              bintang-bintang. Itu adalah malam titik balik bagi Kamerad Kliwon,
              malam ketika ia mulai menganggap bahwa menjadi seorang revolu-
              sioner harus memiliki hati dingin tak tergoyahkan, campur aduk antara
              kekeraskepalaan yang datang dari keyakinan, dan keberanian yang da-
              tang dari kepercayaan bahwa ia melakukan hal yang benar. Kapal-kapal
              itu tampak di kejauhan di kegelapan laut karena mereka memendarkan
              cahaya yang samar-samar dari kabin-kabinnya, sementara perahu-
              perahu itu tak dibekali cahaya apa pun, bergerak berdasarkan naluri
              nelayan-nelayan yang me nge mudikannya, yang telah mengenal laut
              sebagai kampung halaman mereka. ”Anggap ini sebagai pembakaran
              penjara Bastile,” kata sang pemimpin pada dirinya sendiri, menguatkan
              hatinya, ”demi revolusi dan orang-orang malang terkutuk.”
                 Kapal-kapal itu beroperasi sedikit berjauhan, dan setiap kapal dituju
              oleh sepuluh perahu kecil dengan masing-masing tiga sampai lima orang
              nelayan di atasnya. Mereka bergerak perlahan bagai tiga puluh ekor ular
              sawah merangkak mengincar seekor tikus bebal yang tak menyadari da-
              tangnya bahaya. Melalui pendar-pendar cahaya yang muncul dari kapal
              tersebut, mereka bisa melihat buruh-buruh kapal sedang menarik jaring
              dan menumpahkan ikan-ikan ke dalam lam bung kapal yang dipenuhi
              es-es balok pendingin.
                 Kamerad Kliwon memimpin sepuluh perahu yang bergerak me-
              nge  pung kapal tengah, dan ketika menurut perkiraannya dua kapal
              lain telah terkepung pula, ia meniup sebuah peluit yang biasa ia
              per gunakan untuk mengusir para pelancong yang tengah berenang
              sementara perahu hendak mendarat. Bunyi peluit melengking keras
              membuat orang-orang di atas geladak kapal terkejut dan meng hentikan
              pekerjaan mereka. Tapi belum juga rasa terkejut itu hilang dan mereka
              tersadar kembali, peluit itu telah menjadi tanda agar orang-orang di
              atas tiga puluh perahu itu menyalakan obor. Laut seketika dipenuhi
              cahaya bagaikan kunang-kunang beterbangan me nge lilingi kapal-kapal.

                                           290





        Cantik.indd   290                                                  1/19/12   2:33 PM
   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301   302