Page 82 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan (z-lib.org)_Neat
P. 82

yang luas, beberapa yang lain duduk di beranda bermain kartu. Dari da-
                 lam rumah muncul seorang perempuan pribumi setengah baya, de ngan
                 rambut disanggul, ia mengenakan gaun longgar tanpa mengikat kan tali
                 di pinggangnya. Ia tersenyum pada kemunculan gadis-gadis itu, yang
                 ma sih berdiri di halaman, seperti orang-orang kampung yang ragu
                 meng injakkan kaki di istana raja-raja.
                    ”Rumah apakah ini, Nyonya?” tanya Dewi Ayu sopan.
                    ”Panggil aku Mama Kalong,” katanya. ”Seperti kalong, aku lebih
                 se ring bangun di malam hari daripada siang.” Ia turun dari beranda dan
                 menghampiri gadis-gadis itu, mencoba membangkitkan roman-roman
                 muka yang tanpa semangat tersebut, dengan tersenyum dan men candai.
                 ”Ini rumah peristirahatan milik seorang pemilik pabrik limun di Batavia,
                 aku lupa namanya, tapi tak ada bedanya, kini rumah ini milik kalian.”
                    ”Untuk apa?” tanya Dewi Ayu.
                    ”Kupikir kalian tahu. Kalian di sini jadi sukarelawan bagi jiwa-jiwa
                 tentara yang sakit.”
                    ”Semacam sukarelawan palang merah?”
                    ”Kau pandai, Nak. Siapa namamu?”
                    ”Ola.”
                    ”Baiklah, Ola, ajak teman-temanmu masuk.”
                    Bagian dalam rumah tersebut jauh lebih memukau lagi. Ada banyak
                 lukisan, terutama yang bergaya mooi indie tergantung di dindingnya.
                 Pro pertinya masih lengkap, dari kayu yang diukir dengan sangat halus.
                 Dewi Ayu melihat sebuah potret keluarga masih tergantung di dinding,
                 beberapa orang yang berdesakan di kursi, tampaknya sebanyak tiga ge-
                 ne rasi berpotret bersama. Mereka mungkin berhasil melarikan diri, atau
                 bahkan salah satu penghuni Bloedenkamp, dan bisa jadi telah mati.
                 Potret Ratu Wilhelmina yang besar tergeletak di sudut, mungkin telah
                 diturunkan orang-orang Jepang. Hal itu memberi kesadaran padanya
                 bahwa ia kini tak lagi punya rumah: orang-orang Jepang pasti telah
                 mem pergunakannya, atau lenyap oleh peluru yang salah sasaran. Segala
                 sesuatunya tampak terawat dengan baik, mungkin dikerjakan Mama
                 Kalong, sehingga ketika ia masuk ke salah satu kamar, ia serasa masuk
                 kamar pengantin. Ada tempat tidur besar dengan kasur yang begitu
                 lem but dan tebal, kelambu warna merah jambu, dan udara beraroma

                                              75





        Cantik.indd   75                                                   1/19/12   2:33 PM
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87