Page 92 - Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan (z-lib.org)_Neat
P. 92

Seorang gadis lain, bernama Helena, langsung menghadang seorang
                 perwira Jepang yang muncul dan menudingnya telah melanggar hak
                 asasi manusia, dan terutama Konvensi Genewa. Jangankan orang-orang
                 Jepang, Dewi Ayu bahkan dibuat tertawa terbahak-bahak.
                    ”Tak ada konvensi apa pun selama perang, Nona,” katanya.
                    Gadis itu, Helena, tampaknya merupakan satu-satunya yang paling
                 terguncang oleh pengetahuan bahwa mereka akan menjadi pelacur.
                 Konon ia telah berniat mengabdikan dirinya menjadi bia rawati, sebe-
                 lum perang datang dan semuanya berantakan. Ia satu-satunya gadis yang
                 membawa buku doa ke tempat tersebut, dan kini ia mulai membaca
                 salah satu Mazmur dengan suara keras, di hadapan orang-orang Jepang,
                 berharap tentara-tentara itu akan lari ketakutan sambil melolong-lolong
                 seperti iblis. Di luar dugaannya, tentara-ten tara Jepang itu bersikap sa-
                 ngat baik kepadanya, sebab di setiap akhir doa, mereka akan membalas:
                    ”Amin.” Kemudian tertawa, tentu saja.
                    ”Amin,” ia pun membalas, sebelum terkulai lemas di kursi.
                    Perwira itu membawa beberapa potongan kertas, memberikan se-
                 carik masing-masing untuk gadis-gadis itu. Ada tulisan dalam bahasa
                 Melayu di permukaannya, ternyata nama-nama bunga. ”Itu nama kalian
                 yang baru,” kata sang perwira. Dewi Ayu tampak ber semangat melihat
                 nama nya: Mawar. ”Hati-hati,” katanya, ”mawar selalu melukai.” Seorang
                 gadis memperoleh nama Anggrek, yang lain Dahlia. Ola memper oleh
                 namanya sendiri: Alamanda.
                    Mereka diperintah untuk masuk kamar masing-masing, sementara
                 beberapa orang Jepang antri di meja beranda membeli tiket. Malam
                 per  tama harganya sangat mahal, sebab mereka percaya gadis-gadis itu
                 masih perawan, bahkan mereka tak tahu Dewi Ayu tak lagi perawan.
                 Bukannya pergi ke kamar masing-masing, gadis-gadis itu malahan ber-
                 gerombol di kamar Dewi Ayu, yang masih memeriksa kekuatan tempat
                 tidurnya sebelum berkomentar, ”Akhirnya seseorang akan membuat
                 gempa di atasnya.”
                    Kemudian tentara-tentara itu mulai mengambil gadis-gadis terse-
                 but satu per satu, dalam satu perkelahian yang dengan mudah mereka
                 menangkan. Mereka membawa gadis-gadis itu dalam jepitan tangan,
                 bagai kan membawa kucing sakit, dan mereka meronta-ronta penuh

                                              85





        Cantik.indd   85                                                   1/19/12   2:33 PM
   87   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97