Page 113 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 113

92  —  KEKUASAAN DALAM PENCARIAN PENGETAHUAN


          Sebagai pihak yang bertahan, dia punya kebiasaan meremehkan cendekiawan
          lain yang sedikit paham bahasa Melayu, atau bahkan bahasa Arab. Misalnya,
          Saint Martin, yang dianggap oleh Valentijn sangat lamban.
                                                           68
              Valentijn juga beradu pena dengan Leijdecker di Batavia dan dengan
          para  pencela  setempat  seperti  Pieter  Worm  (Petrus  van  der  Vorm,  1664–
          1731)  mengenai  persoalan  bentuk  bahasa  Melayu  apa  yang  tepat  untuk
          menyampaikan  Injil.  Apabila van  der Vorm  dan Leijdecker lebih memilih
          menerjemahkan  kitab  suci  dalam  bahasa  “Melayu Tinggi”  yang  universal,
          Valentijn  cenderung  pada  penggunaan  dialek-dialek  lokal.  Menurutnya,
                                                                         69
          bahasa  Melayu  benar-benar  merupakan  cagar  bagi  kebudayaan  Islam.
          Penilaiannya  ini  memiliki  dasar  yang  kuat.  Kita  mungkin  ingat  bahwa
          terjemahan-terjemahan  de  Houtman  dianggap  tidak  sesuai  oleh  beberapa
          vikaris awal, atau juga Heurnius yang mengeluh bahwa penduduk yang tidak
          terislamisasi sedikit mengerti bahasa Melayu yang mereka gunakan. 70
              Pada  akhirnya,  Injil  Valentijn  lenyap  dengan  cara  yang  sama  seperti
          kumpulan catatan mengenai serangkaian manuskrip berbahasa Melayu-Arab
          miliknya.  Berdasarkan  sebuah  obituari  dari  1727,  kumpulan  catatan  ini
          meliputi “Sebuah Gambaran mengenai Agama para Pengikut Muhhamed”
          yang disajikan dengan Vitae Nabi Musa dan Yusuf dalam bahasa “Melayu
                 71
          Tinggi”.   Selain  itu,  dari  katalog  penjualan  perpustakaannya  jelas  bahwa
          dia memiliki setidaknya dua salinan Ma’rifat al-islam, yang sangat mungkin
          menjadi pijakan dasarnya. 72
              Valentijn  bukanlah  satu-satunya  yang  mengusahakan  karya  semacam
          itu. Leijdecker menerjemahkan bagian awal Idah f  l-f qh, sementara van der
          Vorm  menerjemahkan  Mir’at  al-mu’min  (Cermin  Orang-Orang  Beriman)
                           73
          karya Syams al-Din.  Terlepas dari beberapa kemunduran, Valentijn berhasil
          menyajikan  informasi  mengenai  Islam  dalam  Oud  en  Nieuw  Oost-Indiën-
          nya yang berkenaan dengan Ambon, Makassar, dan Jawa. Untuk Ambon,
          dia  merujuk  pada  sumber-sumber  berbahasa  Portugis  dan  Melayu  untuk
          menjelaskan kedatangan Islam sebagai hasil kerja “Pati Toeban” (yakni Sunan
          Bonang  yang  dimakamkan  di  Tuban)  setelah  pengislaman  orang-orang
          Maluku. Valentijn juga mampu membedakan secara memadai antara orang-
          orang Suni dan Syi‘ah untuk menyatakan bahwa orang-orang “Moor” yang
          telah membawa Islam adalah orang-orang Suni sebagaimana bangsa Arab yang
          diduga  telah  mengislamkan  Jawa.  Meski  demikian,  Valentijn  tidak  terlalu
          menghargai kebanyakan muslim Ambon karena dianggap tidak mengetahui
          teks-teks mereka sendiri, meskipun dia mengatakan pernah mengamati orang-
          orang  yang  tengah  shalat  di  sebuah  masjid  di  Hila  serta  bertemu  seorang
          pendeta yang memanjatkan doa memohon dia masuk Islam.
              Untuk  berbagai  rincian  singkat  mengenai  puasa,  perkawinan,  dan
          sumpah Valentijn bersandar kepada seorang “pendeta” lain dari Hila bernama
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118