Page 150 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 150

MENCARI GEREJA PENYEIMBANG  —  129


                                                           50
               Jawa Barat dan buku-buku yang digunakan di sana.  Kedua ulasan ini ditulis
               pada 1864 oleh editor muda jurnal tersebut, seorang anak didik Taco Roorda
               bernama  Gerhardus  Jan  Grashuis  (1835–1920).  Grashuis  adalah  mantan
               murid NZV di Rotterdam dan guru Seminari Gereja Free Scots di Amsterdam.
               Dia pertama-tama dikirim ke Bandung pada 1863 untuk belajar di bawah
               asuhan  K.F.  Holle  (1822–96)  sebagai  persiapan  untuk  menerjemahkan
               Injil ke bahasa Sunda dan menunggu izin dari gubernemen untuk memulai
               kegiatan misi.  Setelah menanti dua tahun dan gagal mendapatkan izin, sang
                           51
               misionaris frustrasi dan berlayar ke Belanda pada akhir 1865.
                    Grashuis melanjutkan mengajar di seminari, tapi tak lama kemudian
               pergi lagi. Dia mengeluh bahwa usaha-usahanya (seperti terjemahannya atas
               Injil Lukas) tidak dihargai secara layak oleh atasan.  Pada 1868 dia ikut ujian
                                                          52
               calon pejabat dan diterima menjadi pegawai gubernemen di Jawa. Pada 1873
               Grashuis menjabat dosen bahasa Sunda di Institut Negeri Leiden dan pada
                                                                  53
               1877 dia pindah ke University bersama Veth serta Pijnappel.  Selama periode
               tersebut, Grashuis menerbitkan serangkaian teks mengenai bahasa Sunda dan
               Melayu dengan mengulangi artikel-artikelnya dari 1864 serta menerjemahkan
               contoh teks-teks Islam untuk digunakan para calon pejabat. 54
                    Dulu, pada 1864 ketika berkunjung kali pertama ke Timur, Grashuis
               jauh  lebih  berorientasi  teologi.  Dia  menyatakan  sudah  lama  tertarik  pada
               upaya misionaris di Hindia dan oleh karena itu digelisahkan oleh terbatasnya
               sumber  daya  dan  informasi  yang  dimilikinya.   Dorongan  untuk  tulisan
                                                        55
               pendek  pertamanya  mengenai  Islam  adalah  ketidakpuasannya  dengan
               informasi yang tersedia mengenai apa yang diajarkan di pesantren-pesantren
               Jawa. Yang mengejutkannya, setelah memiliki bertahun-tahun pengalaman di
               Hindia, Belanda tidak bertambah bijak. Keadaannya semakin menjengkelkan
               karena sekolah pelatihan di Delft lebih berminat menugaskan kajian mengenai
               bagaimana atau apakah orang-orang Jawa membayar zakat, ketimbang tentang
               Islam.
                    Sebagaimana yang dia amati, jawaban lazim terhadap pertanyaan itu tak
               lebih dari sekadar pengulangan bahwa terdapat jauh lebih banyak sisa-sisa
               agama kuno pra-Islam ketimbang Islam dan bahwa lembaga-lembaga yang
               ditujukan untuk menanamkan Islam sebenarnya menawarkan sangat sedikit
               hal yang mereka anggap “pendidikan”. Tentu saja pandangan tersebut tidaklah
               universal, tetapi bagi mereka yang tidak memiliki pandangan yang sama akan
               senang  menyaksikan  berkurangnya  jumlah  lembaga  semacam  itu,  tempat
               orang bisa mendapati lebih banyak lawan ketimbang kawan bagi gubernemen
               Belanda.
                    Grashuis  menyatakan  bahwa  mencari  tahu  tentang  sekolah-sekolah
               ini  bukanlah  tugas  yang  mudah,  terutama  karena  subjek  penyelidikannya
               cenderung menghindari orang-orang Kristen yang kaf r. Namun, pada 1864
   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154   155