Page 250 - EBOOK_Sejarah Islam di Nusantara
P. 250

PARA PENASIHAT UNTUK INDONESIË  —  229


                    bisa menganggap unsur Islam ini tidak diinginkan, jika kita menganggapnya
                    sebagai  sumber  bahaya.  Namun,  pertimbangkan  bahwa  orang-orang  Jawa
                    hampir tidak pernah menunjukkan diri sebagai Mahomedan yang fanatik, dan
                    lazimnya Islam di Jawa tidak menunjukkan karakter antipemerintah. 28

                    Idenberg kemudian menunjukkan bahwa laporan-laporan daerah tidak
               mengindikasikan persoalan saat ini, tetapi kekhawatiran mengenai peristiwa
               pada masa depan. Dia puas karena Rinkes dan Hazeu menunjukkan bahwa
               Sarekat Islam tidak bisa disamakan dengan Gerakan Nasional di India. Oleh
               karena  itu,  dia  memutuskan  untuk  memperluas  pengakuan  pada  cabang-
               cabang Sarekat Islam lokal yang patuh pada pengawasan para pejabat setempat,
               seperti  halnya  ajaran  Islam  dan  tarekat  diawasi,  bukannya  ditekan  oleh
               pemerintah pusat. Oleh karena itu, Rinkes ditunjuk untuk memimpin Komite
               Sentral bekerja sama dengan Tjokroaminoto yang mudah dikendalikan, yang
               dengan cepat naik sebagai pemimpin pergerakan, sementara seorang sekutu
               lain, Hasan Djajadiningrat (w. 1920), mengawasi cabang Banten dari Serang. 29
                    Menteri Koloni, Jan Hendrik de Waal Malef jt (1852–1931), meminta
               dukungan Snouck bagi para mantan asistennya pada Oktober 1913. Namun,
               Snouck juga mengungkapkan pandangan bahwa gerakan tersebut mempunyai
               cita-cita egalitarian yang hendak membongkar penindasan tradisional kelas
               priayi,  yang  mematuhi  Belanda  secara  sewenang-wenang.  Misalnya,  dia
               mengingat tahun-tahun pertamanya di Jawa ketika menemui seorang bupati
               yang memendam kebencian membabi buta terhadap sebuah tarekat “yang tak
               berbahaya”.
                    Di  mata  Snouck,  keadaan  akhirnya  berubah  dan  sebuah  revolusi
               intelektual besar tengah dibentuk oleh kalangan elite yang melek bahasa Belanda
               dengan  melanjutkan  fondasi  berupa  usaha  Holle  di  Priangan  dan  diilhami
               oleh  teladan  Jepang  dan  Tiongkok  Republikan.  Sejauh  berkaitan  dengan
               Islam, Snouck menunjuk pada kuliahnya sendiri di Akademi Pemerintah pada
               1911 dan mengukuhkan pandangan Rinkes bahwa nama Sarekat Islam tidak
               menandakan sebuah gerakan keagamaan per se, tetapi kerangka bagi orang-
               orang pribumi yang mengidentif kasi diri mereka berbeda dari orang-orang
               Tiongkok  dan  Eropa.  Oleh  karena  itu,  tak  perlu  menyamakan  kelahiran
               Sarekat Islam dengan peristiwa Cilegon, dan para pejabat pribumi harus diberi
               instruksi bahwa pembentukan organisasi demi tujuan-tujuan kemasyarakatan
               sama sekali tidak berbahaya bagi pemerintah yang baik. 30
                    Snouck  mengulangi  argumen-argumen  semacam  itu  berminggu-
               minggu dan berbulan-bulan berikutnya. Dalam Indologenblad dan Locomotief,
               dia  menguraikan  sejarah  penindasan  kekuasaan  kolonial  dan  mengejek
               “sepenuhnya legenda” gagasan bahwa pemerintahan Belanda telah mendorong
               perkembangan intelektual. Dalam periode “Etis”, “berbagai hasrat penduduk
               pribumi”  akan  “disatukan  secara  harmonis”  dengan  kehendak  “apa  yang
   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255