Page 269 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 269
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Sebagai republik yang masih muda, Indonesia mencoba
menerapkan kehidupan demokrasi dengan dinamika yang kompleks
terkait dalam aspek internal dan eksternal. Dalam aspek ke dalam masih
ada masalah kedaulatan wilayah Irian Barat (Papua) yang belum masuk
ke dalam negara kesatuan Indnesia. Perjuangan untuk
membebaskanIrian barat berjalan panjang dan menimbulkan pertikaian
partai-partai politik dan pengeluaran anggaran sehingga memperberat
perekonomian negara. Masalah keamanan dalam periode ini ditandai
dengan gejolak di beberapa daerah bahkan sampai menimbulkan
gerakan dan pemberontakan terhadap negara. Gerakan Darul Islam
yang muncul pertama kali di Jawa Barat pada tahun 1948 dipimpin S.M.
Kartosuwiryo, mendapat dukungan dan meluas pada awal tahun 1950-
an di Aceh dipimpin Daud Beureueh dan di Kalimantan Selatan
dipimpin Ibnu Hajar.
Sementara itu PRRI/Permesta meletus di Sumatera Barat dan
Sulawesi Utara pada tahun 1957-58. Terlepas dari apakah peristiwa
tersebut sebagai suatu pemberontakan atau bukan latar belakangnya
adalah karena masalah ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan
antara Jawa dan luar Jawa. Dilihat dari perspektif keindonesiaan, fakta
ini merupakan masalah integrasi bangsa.
Bagaimana pemikiran para pemimpin bangsa menghadapi
permasalahan kehidupan masyarakat yang muncul di kalangan para
pemimpin bangsa masa ini sebagaimana dikelompokkan Herbert Feith:
solidarity maker, (SM) dan administrator (Adm). Kelompok SM memiliki
kemampuan membangun dan memperkuat solidaritas yang berperan
mempersatukan bangsa dalam menghadapi ancaman: neo-kolonialisme
dan imperialisme, tujuan utopis dan administrators lebih masa depan.
Ciri-ciri Tokoh utama kelompok ini adalah Presiden Soekarno dengan
nama-nama yang menjadi perdana menteri dalam kabinet parlementer
seperti Wilopo, Ali Sastroamijoyo, sedangkan kelompok administrasi
dengan keahlian mengelola pemerintah lebih secara teknis legal formal
berlandaskan hukum.
Kepemimpinan revolusi berpengaruh terhadap jalannya
pemerintahan selama periode demokrasi parlementer. Pada prinsipnya
mereka berbeda pandangan terhadap pilihan apakah “revolusi sudah
selesai” atau “revolusi belum selesai”. Mohammad Hatta dan
kelompoknya menganggap bahwa “revolusi sudah selesai”. Sesudah
perang menghadapi Belanda yang diakhiri di meja perundingan KMB--
setelah didahului dinamika perlawanan bersenjata dan diplomasi—Hatta
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 261