Page 71 - PEMIKIRAN INDONESIA MODERN 2015
P. 71
Sejarah Pemikiran Indonesia Modern
Sebelumnya ketua RT Djaksodipuro yang kemudian berganti nama RT
Wongsonegoro dalam pidatonya juga mengatakan bahwa Jong Java
tidak hanya membangun Jawa Raya tetapi juga Indonesia merdeka
9
nantinya .
Perubahan pandangan di kalangan Jong Java, telah membawa
perkumpulan ini pada dilema fusi atau federasi. Dalam kongresnya pada
Desember 1927 di Semarang masalah fusi dan federasi belum bisa
terjawab, meskipun dorongan untuk Indonesia merdeka semakin kuat
dan tidak hanya pada Jawa Raya. Rasa satu tanah air dan satu bangsa di
kalangan kaum muda menyebabkan neraca pertimbangan menyebelah
ke fusi. Dalam kongres Jong Java, pada tanggal 31 Desember 1928 di
Yogyakarta, Jong Java menetapkan untuk berfusi dan menyatakan
sudah datang masanya untuk membuktikan dengan tindakan nyata
bahwa perkumpulannya dapat mengorbankan dirinya. Adanya kontak
dengan organisasi pemuda dari daerah lain, akhirnya pada kongres
keempat Jong Java diputuskan untuk mengadakan federasi dengan Jong
Sumatranen Bond. Dalam kongres tersebut juga diputuskan untuk
menerjemahkan surat-surat Kartini yang dihimpun oleh Abendanon
dalam buku yang berjudul Door Duisternis tot Licht. Selain itu, dalam
kongres-kongres selanjutnya Jong Java telah memutuskan agar bahasa
Melayu lebih banyak dipergunakan dalam Jong Java. Putusan ini sangat
penting karena akan menjadi jembatan dalam kongres pemuda. Dalam
kongres Jong Java yang ke-9 pada tanggal 27 – 31 Desember 1931,
diputuskan untuk mengganti perkataan Inlandsch (bumi putera) dengan
perkataan Indonesisch (Indonesia).
10
Organisasi pergerakan yang ikut menguatkan semangat
nasionalisme Indonesia lainnya adalah Sarikat Islam (SI). Sarikat Islam
lahir dari induk Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji
Samahuddin pada tahun 1911. H. Samanhudi adalah seorang pedagang
yang berasal dari Laweyan Solo Jawa Tengah. Sarikat Islam lahir pada
tahun 1912 di Solo sebagai reaksi atas monopoli perdagangan batik Cina
di Lawean Solo. Seperti diketahui, orang-orang Cina dalam
perdagangannya di Hindia Belanda selalu di bawah perlindungan
kolonial Belanda. Jika SI lahir atas respon melawan dominasi Cina
dalam perdagangan batik, maka sama saja dengan SI ikut melawan
pemerintah kolonial Belanda.SI juga didirikan untuk tujuan melindungi
pedagang pribumi dari penguasaan para pedagang Cina. Realitas itu
pada kenyataannya melahirkan persaingan antara pedagang pribumi di
bawah perlindungan Sarikat Islam dengan para pedagang Cina yang
Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya 63