Page 64 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 64
C. MASALAH PERTANAHAN UNTUK TANAMAN TEBU
Di Pulau Jawa terdapat 55 pabrik gula. Kecuali Pabrik Gula Jatiroto dan
Ngadirejo seluruhnya menggunakan tanah rakyat untuk tanaman tebunya.
Luas tanaman tebu pabrik setiap tahunnya adalah 80.000 ha. Tetapi karena
sebelum tebu dipanen sudah ada tanaman baru yang ditanam, maka luas
tanaman tebu setiap waktu mencapai luas 1 1/2 kali lipat dari luas tersebut.
Karena sejarahnya dan sifat kultur teknisnya, tanaman tebu merupakan
tanaman perkebunan besar. Hanya di beberapa daerah di Jawa Timur dan
Jawa Tengah terdapat tanaman tebu rakyat, terutama di daerah- daerah tadah
hujan, dimana padi tidak memberi hasil yang baik. Di daerah-daerah yang
pengairannya baik, maka hasil tanah dari padi selalu lebih baik, sehingga untuk
menyewa tanah rakyat yang baik ini diperlukan cara dan perangsang khusus.
Lebih-lebih dengan meningkatnya produktivitas tanah (karena perbaikan
pengairan dan penerapan teknologi baru pada tanaman padi dan palawija) dan
meningkatnya permintaan cepat akan produk-produk pertanian pangan, maka
tanaman tebu mengalami persaingan yang semakin berat untuk mendapatkan
tanah. Persaingan ini dirasakan semakin berat oleh pabrik-pabrik gula karena
harga gula yang termasuk 9 bahan pokok yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Berbagai cara dan sistem telah dicoba pemerintah, sejak Pabrik-pabrik
Gula ini diambil alih oleh pemerintah Indonesia dari pemiliknya (Belanda)
pada tahun 1957-1958. Yang terpenting diantaranya adalah Perpu No.
38/1960 tentang keharusan penyediaan tanah desa untuk tanaman tebu
dan sistem bagi hasil tahun 1963. Tetapi berbagai upaya ini temyata tetap
tidak dapat memuaskan semua pihak, sehingga pada permulaan Orde Baru
1966/1967 seluruh pabrik gula Kembali menggunakan sistem sewa pasti,
kecuali P.G. Madukismo (Yogyakarta) dan P.G. Krebet Baru (Malang Selatan).
Sistem sewa per tanaman ini (16 bulan) mengandung keberatan pokok
bagi pemerintah yaitu adanya keharusan untuk menetapkan setiap tahun.
Oleh karena adanya keharusan untuk penetapan tingkat sewa yang “adiI”
ditinjau dari segi petani maupun pabrik gula, maka penetapan sewa tanah tiap
tahun ini merupakan beban yang dirasakan berat oleh pemerintah.
Dalam usaha mengatasi masalah tahunan inilah Presiden menge-
luarkan instruksi No. 9 April 1975, dimana diinstruksikan kepada 7 Menteri;
29