Page 85 - Jurnal Sejarah Abad Historiografi Pendidikan Indonesia
P. 85

80 | Joshua Jolly Sucanta Cakranegara

           Namun, penerapan  PSPB yang terpisah  sejarah dinilai kontroversial dan harus
           dengan pelajaran sejarah lebih menekank-    diperbarui. Hal ini menimbulkan banyak
           an  pada  aspek afektif,  yaitu  penghayatan  masalah  di  lapangan,  terutama  berkaitan
           nilai-nilai,  seperti  penderitaan  rakyat  In-  dengan pengajaran  sejarah yang menjadi
           donesia akibat penjajahan Belanda, kebe-    tumpang-tindih  dan tidak efektif. Kritik
           naran perjuangan para pahlawan, persatuan  ini mulai menyeruak ke permukaan setelah
           dan kesatuan dalam melawan politik dev-     wafatnya Mendikbud Nugroho Notosusan-
           ide  et  impera, penyimpangan  UUD 1945  to yang menjadi pelaksana ide PSPB seka-
           akibat tidak adanya persatuan, pemaksaan  ligus arsitek utamanya pada 1985.
           kehendak oleh aksi-aksi sepihak PKI, ke-        Salah  seorang sejarawan  yang mel-
           beranian  melawan PKI, dan keyakinan  ancarkan kritiknya terhadap PSPB adalah
           bahwa Orde Baru mengutamakan kepent-        Abdurrachman Surjomihardjo. Dalam tu-
           ingan  negara dan masyarakat.  Nilai-nilai  lisannya, ia sejak awal menyatakan bahwa
           tersebut  jelas bermuatan  politis.  Sepuluh  PSPB  dilancarkan  dengan tergesa-gesa.
           tahun kemudian, PSPB  tidak  diajarkan  Hal ini dapat dilihat  dari buku pelajaran
           lagi. Dengan demikian, aspek sejarah tetap  dan pengajarnya  yang belum  siap (Sur-
           dimasukkan dalam mata pelajaran sejarah,  jomihardjo dalam Sejarah, 1996: 25). Mes-
           sedangkan aspek moral/nilai  dimasukkan  ki kritik ini tidak dilancarkan  pada masa
           dalam mata pelajaran Pendidikan Kewar-      pemberlakuan PSPB, tetapi tulisan-tulisan
           ganegaraan  (PKn). Semata-mata  PSPB  yang sezaman dengannya dapat menjabar-
           dihentikan karena tujuan penanaman nilai- kan  kritik  Abdurrachman  Surjomihardjo
           nilai  tersebut tidak  tercapai  di lapangan  berikutnya.
           (Purwanto dan Adam, 2017: 73-74).               Kompas edisi  12 September  1985
               Rekam  jejak  Nugroho Notosusanto  menampilkan salah satu berita yang men-
           dalam historiografi Indonesia sangat kuat,  yoroti PSPB. Buku pegangan  PSPB di-
           terutama  dalam menempatkan militer  se-    anggap  justru menghitamkan  sejarah  dan
           bagai salah satu tokoh kunci dan sentral.  mendiskreditkan tokoh-tokoh nasional. Di
           Sejarawan yang berlatar belakang militer  bawah judul “PSPB Harus Dijauhkan dari
           ini bahkan disebut melakukan rekayasa se-   Tulisan Emosional”, Krissantono men-
           jarah, terutama dalam bidang pendidikan.  yatakan  bahwa  PSPB yang menekankan
           Rekayasa ini telah dilakukan dalam buku  aspek  afektif-edukatif  harus memberikan
           SNI (Sejarah Nasional Indonesia) terutama  rangsangan agar anak-anak bangga men-
           jilid 6. Setelah SNI, Nugroho Notosusanto  jadi anak Indonesia dan bangga memili-
           mengeluarkan  kebijakan  untuk menerap-     ki tokoh-tokoh nasional yang besar. Oleh
           kan PSPB  sebagai mata pelajaran  wajib  sebab itu, tulisan-tulisan emosional harus
           (Adam dalam Frederick dan Soeroto (eds.),  dihindarkan dan pengungkapan masa lalu
           2005: xx-xxi).                              harus dilakukan secara jujur (Kompas, 12
               Pada awal penerapannya, PSPB  su-       September 1985: 1, 12).
           dah menuai banyak kritik. Hal ini terekam       Dua hari kemudian,  Kompas juga
           dalam harian Kompas paling tidak dalam  kembali  menyoroti PSPB dengan judul
           edisi  September-Oktober  1985. Penulisan  yang cukup menarik,  yaitu  “Buku PSPB



               Jurnal Sejarah
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90