Page 216 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 216

Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan


            dilandasi  prajna  (pengertian  seksama),  yang  setara  dengan  orang
            luhur.

                 Saat orang tuanya meninggal, banyak biksu maupun biksuni yang
            tidak  selalu  menunjukkan  kepedulian  selama  upacara  pemakaman
            atau berkabung seperti halnya umat awam, padahal mereka merasa
            sebagai anak yang berbakti.


                 Ada  yang  menyiapkan  altar  di  dalam  ruangannya,  dan
            memberikan  persembahan  atau  membentangkan  sehelai  kain
            berwarna  untuk  menunjukkan  bahwa  mereka  sedang  berkabung.
            Yang  lainnya  membiarkan  rambut  tidak  tercukur,  di  mana  ini
            bertentangan dengan aturan biasanya, membawa tongkat duka atau
            tidur di atas tikar jerami. Semua praktik ini bukanlah ajaran Buddha,
            dan dapat diabaikan tanpa melanggar. Yang harus dilakukan adalah
            sebagai berikut: pertama-tama murnikan ruangan dan hiasi ruangan
            untuk orang yang meninggal, atau pasanglah beberapa kanopi kecil
            atau  tirai  untuk  sementara,  lalu  persembahkanlah  wewangian  dan
            bunga-bunga sambil membaca sutra-sutra dan bermeditasi mengenai
            Buddha. Dia hendaknya berdoa agar almarhum terlahir di alam yang
            baik. Sesungguhnya inilah tindakan seorang anak yang berbakti, dan
            inilah cara membalas kebaikan almarhum semasa hidupnya.


                 Berkabung  selama  tiga  tahun  atau  berpantang  selama  tujuh
            hari  bukanlah  satu-satunya  cara  untuk  menghormati  orang  bajik
            yang  telah  meninggal.  (Karena  praktik-praktik  ini  tidak  membawa
            manfaat),  almarhum  mungkin  terbelenggu  oleh  hal-hal  duniawi
            (yakni  terlahir  kembali  sebagai  makhluk  hidup)  dan  menderita
            karena  terbelenggu  (oleh  karma-karma  negatif).  Dengan  demikian,
            dia melewati kegelapan demi kegelapan, senantiasa salah mengerti
            mengenai  tiga  rentang  Pratityasamutpada  (12  nidana),  dan  dari  satu
            kehidupan ke kehidupan lainnya, dia tak pernah merealisasi sepuluh
            Paramita. 102



            102  Sepuluh bhumi yang direalisasi dan dilalui oleh seorang Bodhisattva.


                                            202
   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221