Page 21 - Eyesight
P. 21
Penyebab pasti glaukoma belum diketahui. Diduga ada hubungannya dengan gen yang mengalami mutasi. Namun yang menakutkan kebanyakan glaukoma tidak menunjukkan gejala, sekonyong-konyong bidang pandang menyurut drastis. “Makanya glaukoma ini kerap disebut sebagai si pencuri penglihatan,” ujar
dr. Rini. Karena sifatnya yang demikian, pasien glaukoma biasanya terlambat datang ke dokter karena mereka tidak menyadari kehadiran penyakit itu. “Karenanya diperlukan eye check secara rutin untuk mendeteksi dini glaukoma,” ujar dr. Rini. Berbeda dengan katarak, kebutaan akibat glaukoma tidak dapat disembuhkan namun dapat dicegah dengan mengontrol faktor risiko.
Dr. Rini juga berharap masyarakat mengenal faktor- faktor risiko glaukoma, di antaranya:
• Memiliki riwayat anggota keluarga yang terkena
glaukoma.
• Berumur di atas 40 tahun.
• Memiliki tekanan bola mata tinggi.
• Penderita myopia (kacamata minus) dan
hypermetropia (kacamata plus yang tinggi).
• Pemakai steroid lama dan terus menerus (obat tetes
mata, obat inhaler asma, dan obat radang sendi)
Dr. Rini menegaskan pasien glaukoma harus kontrol secara teratur ke dokter mata seumur hidupnya. “Dia pun harus tergantung pada obat selama-lamanya,” ungkap dr. Rini. Ia menambahkan saraf mata yang sudah rusak tidak dapat diperbaiki, penanganan yang dilakukan adalah mencoba mengontrol tekanan mata sampai pada taraf aman untuk kesehatan saraf optik, sehingga kerusakan lapang penglihatan tidak bertambah berat.
Namun dr. Rini memotivasi para penderita glaukoma, meskipun kerusakan lapang penglihatan karena glaukoma tidak dapat disembuhkan, tetapi
pada sebagian besar kasus dengan terapi kontrol secara teratur, glaukoma dapat dikendalikan. “Glaukoma dapat dikontrol dengan penggunaan obat-obatan glaukoma baik tetes maupun oral, tindakan laser, operasi ataupun kombinasi dari berbagai tindakan tersebut,” ucap dr. Rini.
Pada acara tersebut hadir pula seorang pasien glaukoma berusia 20 tahun bernama Elvian. Ia mengungkapkan glaukoma yang dideritanya akibat penggunaan obat steroid yang lama dan terus menerus. “Sejak usia 3 bulan sampai usia 17 tahun saya menggunakan obat tetes yang mengandung steroid secara terus menerus karena mata saya yang selalu merah belekan,” ujar Elvian mencoba menjelaskan penyebab dirinya menderita glaukoma. Keterbatasan ekonomi yang menyebabkan keluarga Elvian tidak membawanya ke dokter mata untuk mengobati mata merahnya itu.
Akibatnya fatal, glaukoma mencuri penglihatannya di usia 17 tahun. “Sekonyong-konyong mata saya tidak bisa melihat sepulang saya berolahraga di sekolah,” tuturnya. Kini Elvian bergabung dengan Yayasan Glaukoma Indonesia, dan aktif menyebarkan pengalamannya, agar orang lain terhindar dari serobotan si pencuri penglihatan.
eyesight | Juni 2018
21