Page 66 - Buku Paket Kelas 7 Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti
P. 66

                                “datang”. Dengan akhiran a, kata itu diartikan ”kedatangan” atau “kekekalan”. Agama (A-gam-a) diartikan “mempunyai atau menggunakan jalan”. Tidak jelas asalnya, mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa gama memiliki pengertian “kacau”, sehingga a-gama diartikan tidak kacau. (K. Wijaya Mukti, 2003, hal. 2).
Menurut bahasa Pali, gacch artinya pergi. Jadi, arti agama sesungguhnya adalah “pergi”. Pergi ke mana? Pergi ke pantai seberang, yakni kebahagiaan abadi (Nirwana). Dengan demikian agama bertujuan untuk mencapai kebahagiaan batin yang terbebas dari penderitaan.
B. Kriteria Agama Buddha Indonesia
Tahukah Kamu, kriteria agama Buddha? Ayo membaca materi berikut untuk memahami kriteria agama Buddha Indonesia!
Pada Kongres Umat Buddha I di Yogyakarta tahun 1979, dihasilkan keputusan antara lain tentang Kriteria Agama Buddha di Indonesia. Agama Buddha di Indonesia memiliki kriteria bahwa setiap sekte percaya:
1. Adanya Tuhan Yang Maha Esa;
2. Adanya Bodhisattva;
3. Adanya Triratna (Tiratana);
4. Adanya Hukum Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani);
5. Adanya Hukum Karma;
6. Adanya Hukum Kelahiran Kembali (Punabhava);
7. Adanya Hukum Tiga Corak Umum (Tilakkhana);
8. Adanya Hukum Kesalingtergantungan (Paticcasamuppada); dan
9. Adanya Nirwana (Nibbana).
Dengan adanya kriteria di atas, maka semua sekte agama Buddha di Indonesia berpedoman pada
kriteria di atas sebagai ajaran dasar.
1. Tuhan Yang Maha Esa
Seorang umat Buddha meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa yang dikenal dengan sebutan: Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkatam, yang artinya: Sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, Yang Mutlak.
Tuhan Yang Maha Esa di dalam agama Buddha adalah Tanpa Aku (Anatman), suatu yang tidak berpribadi, suatu yang tidak dapat dipersonifikasikan dan suatu yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Hal ini diungkapkan oleh Sakyamuni Buddha dalam Kitab Suci Udana VIII ayat 3.
Seorang Buddhis meyakini Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang mendasari kehidupan dan alam semesta, dan juga sebagai tujuan atau cita-citanya yang tertinggi atau tujuan hidup akhirnya, yakni yang akan dipahami sepenuhnya bila telah tercapainya Nirvana.
Dengan begitu, penghayatan seorang Buddhis terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah sekaligus awal dan akhir dan yang selalu dekat karena selalu menyertai langkahnya untuk diketemukan di dalam segenap fenomena kehidupan ini, dan sekaligus sesuatu yang harus dicapai dengan menjalankan moralitas (sila), pengembangan batin (samadhi) dan tumbuhnya prajna (pandangan terang, non-dualisme).
 Kelas VII SMP Edisi Revisi
62
  











































































   64   65   66   67   68