Page 97 - Buku Paket Kelas 11 Seni Budaya Semester 2
P. 97

         Di tengah masa kejayaan rombongan Miss Riboet’s Orion, di kota Sidoardjo berdiri rombongan Dardanella. Pendirinya bernama Willy Klimanoff alias A. Piedro, orang Rusia kelahiran Penang. Bintang-bintangnya, antara lain Tan Tjeng Bok, Dewi
Dja, Riboet II, dan Astaman. Naskah yang mereka
 mainkan pada awalnya adalah cerita-cerita Barat, baik yang berasal dari film maupun roman, seperti The Thief of Bagdad, Mask of Zorro, Don Q, dan The Corurt of Monte Christo.
Kemudian, pada tahun 1930, Andjar Asmara bergabung ke dalam rombongan Dardanella, khusus menulis naskah yang diperankan oleh Dewi Dja, seperti Dr. Samsi, Si Bongkok, Haida dan Tjang. A. Piedro sendiri juga menulis beberapa naskah, di antaranya Fatima, Maharani, dan Rentjong Atjeh. Dengan bergabungnya Andjar Asmara rombongan Dardanella semakin berjaya.
Rombongan Miss Riboet’s Orion kalah dalam persaingan ini. Apalagi kemudian penulis naskah andalan rombongan Miss Riboet’s Orion, Nyoo Cheng Seng, bersama istrinya Fifi Young alias Tan Kim Nio, bergabung dengan rombongan Dardanella. Tahun 1934, zaman kejayaan Dardanella mencapai puncak kejayaannya.
Pada perkembangannya rombongan Dardanella
melakukan pembaharuan dari apa yang telah dicapai
oleh rombongan Miss Riboet’s Orion. Naskah yang
dipentaskan berupa cerita asli yang lebih serius, padat
dan agak berat dengan problematik yang lebih kompleks sehingga digemari oleh kaum terpelajar seperti Boenga Roos dari Tjikembang, Drama dari Krakatau, Annie van Mendoet, Roos van Serang, Perantean no. 99, dan sebagainya.
Naskah-naskah realistis yang menuntut permainan watak ini dapat diperankan dengan baik oleh pemain-pemain Dardanella yang memang mempunyai pemain-pemain handal, seperti Bachtiar Effendi (saudara sastrawan Rustam Effendi), Dewi Dja, Fifi Young, Ratna Asmara, Koesna (saudara Dewi Dja), Ferry Kok, Astaman, Gadog, Oedjang, dan Henry L. Duart orang Amerika.
Kehidupan teater modern Indonesia baru menampakkan wujudnya setelah Usmar Ismail bersama D. Djajakoesoema, Surjo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah mendirikan Sandiwara Penggemar Maya pada tanggal 24 Mei 1944. Kemudian, mereka mementaskan naskah karya Usmar Ismail yang berjudul Citra, dan dibuat film pada tahun 1949. Ilustrasi musiknya dibuat oleh Cornelius Simanjuntak. Naskah yang ditulis oleh Rustam Effendi, Sanusi Pane, Muhammad Yamin, maupun A.A. Pandji Tisna yang diterbitkan oleh Balai Pustaka di tahun 1930-an lebih berorientasi pada sastra, hampir tidak pernah dipentaskan.
Sumber: penulis
Gambar 11.14 Tata rias dan busana dengan konsep modern dan tradisional.
 Sumber: penulis
Gambar 11.15 Tata panggung dengan menampilkan bendera.
   senI Budaya 91
        

















































































   95   96   97   98   99