Page 119 - Buku Paket Kelas 12 Agama Hindu
P. 119
(Yupa) dapat diketahui bahwa agama Hindu telah berkembang dengan subur di Kutai. Hindu sebagai agama telah diterima oleh masyarakat Kutai dan pada abad ke empat (4) Masei sudah berkembang dengan suburnya di Kutai. Adapun pengaruh agama Hindu yang diterima oleh masyarakat Kutai adalah Hindu ajaran çiwa.
2. Jawa Barat.
Jawa Barat merupakan bagian dari pulau Jawa. Pada zaman raja-raja di nusantara ini, Jawa Barat merupakan salah satu daerah pusat berkembangnya agama Hindu. Disekitar tahun 400-500 Masehi Jawa Barat diperintah oleh seorang raja yang bernama ”Purnawarman” dengan kerajaannya bernama Taruma Negara. Kerajaan Taruma Negara meninggalkan banyak prasasti, diantaranya adalah prasasti; Ciaruteun, Kebon Kopi, Tugu, dan prasasti Canggal. Prasasti-prasasti itu kebanyakan ditulis dengan mempergunakan hurup Pallawa dan berbahasa sanskerta yang digubah dalam bentuk syair (Soekmono, ”Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia II” Kanisius, 1973).
Penemuan sebuah prasasti yang mengungkapkan tentang kehidupan manusia memiliki nilai tersendiri dalam membicarakan perkembangan agama Hindu di nusantara ini. Dalam prasasti Ciaruteun terdapat lukisan dua telapak kaki Sang Purnawarman yang disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu. Ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa raja Purnawarman penganut ajaran Hindu. Dewa Wisnu dalam konsep Ketuhanan ajaran Hindu merupakan manifestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai Dewa kemakmuran. Gambar telapak kaki gajah dari Sang Raja kita dapat temukan didalam prasasti Kebon Kopi, ini dapat dihubungkan dengan telapak kaki gajah Airawata (gajah Indra). Prasasti Tugu yang terdapat di Jakarta menuliskan bahwa, raja Purnawarman dalam tahun pemerintahannya yang ke 22 telah berhasil menggali sebuah sungai yang disebut sungai gomati. Sungai ini memiliki panjang 6122 busur ± 12 Km dalam waktu 21 hari. Setelah selesai diakan upacara korban serta sedekah berupa 1000 ekor lembu kepada para brahmana. Dalam prasasti Canggal yang mempergunakan angka tahun candra sengkala ”Sruti Indra rasa” berarti tahun 654 çaka (tahun 732 masehi) menyebutkan bahwa, Raja Sanjaya mendirikan sebuah Lingga sebagai simbul memuja Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Çiwa. Dalam prasasti ini juga memuat kata-kata pujian kepada Dewa Brahma, Wisnu, dan Çiwa. Hal ini dapat dihubungkan dengan konsepsi Tri Murti.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 109