Page 153 - Buku Paket Kelas 11 Seni Budaya Semester 1
P. 153

         NASKAH LAKON TEATER MODERN
BAB 13
 Pada pelajaran Bab 13 siswa peduli dan melakukan aktifitas berkesenian, yaitu: 1. Mengamati dan mengidentifikasi naskah lakon seni teater berdasarkan jenis,
bentuk, dan makna sesuai kaidah seni teater modern
2. Melakukan eksplorasi tehnik dan prosedur penyusunan naskah sesuai kaidah
seni teater modern
3. Menginterpretasi lakon seni teater modern dalam bentuk naskah
4. Mendiskripsikan naskah lakon yang sudah diinterpretasi secara kelompok
A. Naskah Lakon Teater Modern Indonesia
Naskah lakon pertama yang menggunakan bahasa Indonesia adalah Bebasari karya Rustam Effendi, seorang sastrawan, tokoh politik, yang terbit tahun 1926. Naskah lakon sebelumnya ditulis dalam bahasa Melayu-Tionghoa, bahasa Belanda, dan bahasa Daerah. Kemudian, muncul naskah- naskah drama berikutnya yang ditulis sastrawan Sanusi Pane, Airlangga tahun 1928, Kertadjaja tahun 1932, dan Sandyakalaning Madjapahit tahun 1933. Muhammad Yamin menulis drama Kalau Dewi Tara Sudah Berkata tahun 1932, dan Ken Arok tahun 1934. A.A. Pandji Tisna menulis dalam bentuk roman, Swasta Setahun di Bedahulu. Bung Karno menulis drama Rainbow, Krukut Bikutbi, Dr. Setan, dan lain-lain. Tampak di sini, bahwa naskah drama awal ini tidak hanya ditulis oleh sastrawan, tetapi juga oleh tokoh-tokoh pergerakan.
Sumpah Pemuda di Jakarta, yang memproklamirkan kesatuan bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia pada 28 Oktober 1928, telah menginspirasi lahirnya Poedjangga Baroe, tahun 1933, majalah yang banyak melahirkan sastrawan dan kegiatan sastra, baik roman, puisi, cerita pendek, naskah lakon, maupun esai.
Kehidupan Teater Modern Indonesia baru menampakkan wujudnya setelah Usmar Ismail menulis naskah lakon yang berjudul Citra tahun 1943. Naskah lakon yang ditulis oleh Usmar Ismail bukan bertema tentang pahlawan-pahlawan epik atau tentang para bangsawan, melainkan tentang kehidupan sehari-hari atau tentang manusia Indonesia yang sedang menggalang kekuatan menuju pecahnya revolusi.
Grup Sandiwara Penggemar Maya yang didirikan oleh Usmar Ismail bersama D. Djajakoesoema, Surjo Sumanto, Rosihan Anwar, dan Abu Hanifah pada tanggal 24 Mei 1944, sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan Teater Modern Indonesia di tahun 1950. Terlebih setelah
   Seni Budaya 147
        




















































































   151   152   153   154   155