Page 155 - Buku Paket Kelas 11 Seni Budaya Semester 1
P. 155

         Setelah memilih dan menentukan jalan cerita yang akan ditulis, langkah selanjutnya adalah merumuskan intisari cerita yang disebut premise. Apabila premise digunakan sebagai dasar ide/ gagasan, kita akan mendapat pola cerita, ke arah mana tujuan cerita yang kita tuangkan dalam bentuk naskah lakon. Apabila kita menyeleweng dari arah yang telah ditentukan, maka kita tidak akan sampai pada tujuan. Sebagaimana yang tersurat dan tersirat di dalam premise. Premise yang kita tentukan akan teruji dan terbukti kebenarannya jika kita sampai pada titik tujuan, titik akhir lakon. Oleh karena itu, kita harus benar-benar yakin akan premise yang telah ditentukan. Jangan menulis sebuah lakon yang premisenya masih kita sangsikan sendiri!
Misalnya kita menentukan premise, siapa yang menggali lubang akan terperosok sendiri ke dalamnya. Bagaimana dengan kebenaran premise itu? Yakinkah kita? Nah, kalau kita yakin, kita harus berpegang pada premise itu, sehingga kita akan terhindar dari bahaya kerja yang meraba-raba. Kalau premise yang kita tulis ternyata sama dengan premise naskah lakon tertentu, kita jangan kecil hati karena hasil tulisannya akan berbeda. Pengolahannya pasti akan berbeda dengan naskah lakon yang sudah ada. Misalnya, naskah lakon “Jayaprana dan Layonsari” dari Bali, premisenya sama dengan naskah lakon tragedi “Romeo & Juliet karya Williams Shakespeare, tetapi kedua naskah lakon tersebut berbeda.
Sebagai akhir uraian tentang premise, baiklah kita kemukakan kenyataan bahwa tidak ada lakon yang baik tanpa premise. Oleh karena itu, kita sebutkan beberapa contoh:
2.
• “MACBETH” karya Williams Shakerpeare
Premise: “Nafsu angkara murka membinasakan diri sendiri”.
• “TARTUFFE” karya Moliere
Premise: “Siapa menggali lubang untuk orang lain, akan terjerumus sendiri ke dalamnya”.
• “RUMAH BONEKA” karya Hendrik Ibsen
Premise: “Tiada keserasian dalam pernikahan akan mendorong perceraian”.
• “DEAD END” karya Sidney Kingsley Premise: “Kemiskinan mendorong kejahatan”.
• “API” karya Usmar Ismail.
Premise: “Ambisi angkara membinasakan diri sendiri”
Menginterpretasi Naskah Lakon
Bila kita akan mempertunjukan naskah lakon tertentu, maka kita harus mengupayakan agar naskah lakon yang kita pertunjukan tidak berjarak dengan penonton. Artinya, penonton dapat menangkap arti dan makna, baik yang tersurat maupun yang tersirat yang kita visualisasikan di dalam pertunjukan.
Mengupayakan agar naskah lakon yang akan kita pertunjukan tidak berjarak dengan penonton, berarti kita harus mengenal naskah lakon tersebut terlebih dahulu, kemudian menginterpretasikannya. Misalnya, naskah lakon Mentang-mentang dari New York karya Marcelino Acana Jr (dramawan Filipina), terjemahan Tjetje Yusuf yang disadur oleh Noorca Marendra. Naskah lakon tersebut bercerita tentang Bi Atang (seorang janda) dan anak gadisnya, Ikah, yang berlagak seperti orang kaya, padahal hidupnya pas-pasan. Setting sosial dari cerita Filipina ini sangat mirip dengan setting sosial masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, Noorca Marendra menyadurnya, memindahkan setting peristiwanya ke kampung Jelambar, di wilayah Jakarta Barat. Bahkan, naskah lakon ini
   Seni Budaya 149
        

















































































   153   154   155   156   157