Page 25 - Buku Paket Kelas 9 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
P. 25
disebut Astadasaparwa (Subramanyam, 2003). Selayaknya Ramāyana, setiap Parwa merupakan buku tersendiri namun saling berhubungan dan melengkapi dengan Parwa yang lain. Kitab Mahābhārata disusun oleh Rsi Vyāsa.
Pada tulisan yang berjudul The Russian Academy di Moskow telah menerbitkan terjemahan Adiparwa atau buku pertama epos Mahābhārata dalam bahasa Rusia di masa Perang Dunia II. Episode dan bagian-bagian tertentu epos Mahābhārata juga diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis, Inggris, dan Jerman serta bahasa lainnya. Dalam Aswalayana Srautasutra disebutkan bahwa epos Mahābhārata versi awal terdiri dari 24.000 sloka. Versi tersebut terus berkembang hingga dalam bentuknya yang sekarang terdiri dari 100.000 sloka. Di bawah ini disajikan ringkasan dari delapan belas bagian (parwa) dari epos Mahābhārata:
1. Adiparwa (Buku Pengantar):
Kitab Adiparwa merupakan kitab pertama dari seri Astadasaparwa yang isinya merupakan rangkuman dari kedelapan belas parwa seperti; kisah Maharaja Janamejaya menyelenggarakan upacara korban ular. Upacara yang diselenggarakannya kemudian gagal. Untuk menghibur Sang Raja, Bagawan Vaisampayana menuturkan sebuah kisah tentang para leluhur Sang Raja, kemudian cerita pemutaran Mandaragiri, kisah Sang Garuda dan para Naga, kisah Bagawan Dhomya, kisah para Raja besar: Yayati, Bharata, Santanu. Selain itu kitab Adiparwa juga menceritakan kisah kelahiran Rsi Vyasa (penyusun kitab Mahabharata), kisah masa kecil Pandawa dan Korawa, kisah para Pandawa memenangkan Dropadi dalam sayembara, kisah Arjuna mengasingkan diri ke hutan kemudian menikahi Chitrāngadā, Ulupi, dan Subadra.
Mangkatnya Raja Parikesit
Dikisahkan, seorang Raja bernama Parikesit, putra Sang Abimanyu, yang bertahta di Hastinapura. Ia merupakan keturunan Sang Kuru, maka disebut juga Kuruwangsa. Pada suatu hari, dia berburu kijang ke tengah hutan. Kijang diikutinya sampai kehilangan jejak. Di hutan dia berpapasan dengan seorang pendeta bernama Bagawan Samiti. Sang Raja menanyakan kemana kijang buruannya pergi, namun sang pendeta terdiam tidak menjawab (karena sedang melaksanakan monobrata atau tapa bisu). Hal itu membuat Raja Parikesit marah. Ia mengambil bangkai ular kemudian mengalungkannya di leher sang pendeta.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 19