Page 108 - Buku Paket Kelas 8 Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti
P. 108

                Peristiwa itu membuat Pangeran Ajatasattu langsung menghormat dan menyatakan diri sebagai penyokongnya. Devadatta dibangunkan sebuah vihara besar dan megah di Gayasisa. Setiap pagi ia diiringi sejumlah besar pengawalnya, ia mempersembahkan dana makanan dan keperluan pokok lainnya kepada Devadatta. Pangeran Ajasattu belum menyadari akibat buruk yang ditimbulkan dari pergaulannya dengan Devadatta.
Selanjutnya, Devadatta menghasut Pangeran Ajatasattu untuk merebut kekuasaan dan membunuh ayah kandungnya sendiri, yaitu Raja Bimbisara. Devadatta berusaha membujuk terus hingga Pangeran Ajatasattu tidak berdaya dan akhirnya menyepakatinya.
Pangeran Ajatasattu akan membunuh ayahnya dengan sebilah keris, namun tertangkap oleh pengawal istana. Raja Bimbisara tidak menghukum Pangeran Ajatasattu. Dengan penuh cinta kasih, Raja menanyakan tujuan berbuat demikian. Mengetahui bahwa yang dikehendaki adalah tahta kerajaan, pada waktu itu juga, Pangeran Ajatasattu dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Magadha.
Selanjutnya, Devadatta kembali menghasut Raja Ajatasattu agar ia menyekap dan mengurung ayahnya dalam penjara. Ayahnya tidak boleh diberi makanan atau minuman. Raja Ajatasattu segera memerintahkan pengawalnya untuk menjalankannya, dan melarang siapa pun juga untuk menjenguknya kecuali ibunya sendiri, Ratu Videha.
Raja Ajatasattu tetap mengetahuinya dan memperingatkan ibunya. Ratu tidak kekurangan akal untuk memeras sari makanan kemudian melumurkannya di sekujur tubuhnya. Demi mempertahankan hidupnya, mantan Raja Bimbisara menjilati tubuh istrinya. Apa pun yang dilakukan Ratu selalu diketahui Raja Ajatasattu. Akhirnya, ibunya dilarang menjenguk sama sekali. Habis sudahlah upaya yang bisa dibaktikan oleh Ratu Videha demi suaminya yang malang. Ia hanya bisa menangis dan berkata:
“Oh Raja suamiku, sejak saat ini dan selanjutnya saya mungkin sudah tidak dapat melihatmu lagi. Saya hanya bisa memohon maaf seandaianya selama kita menempuh hidup bersama ini, saya pernah berbuat kesalahan baik melalui tindakan, ucapan maupun pikiran.”
Bimbisara tidak mendapatkan makanan lagi. Akan tetapi, karena Bimbisara telah meraih tingkat kesucian Sotapanna, beliau ternyata masih dapat mempertahankan kehidupan dengan melaksanakan meditasi berjalan mondar- mandir (cankamana). Berkat kegiuran batiniah yang dinikmatinya dalam meditasi ini, wajahnya masih tetap tampak segar bugar dan berseri-seri.
Raja Ajatasattu makin biadab dan keji. Tanpa rasa belas kasihan, diperintahkannya seorang tukang cukur untuk mengiris urat nadi kedua kaki ayahnya, lalu mengolesinya dengan garam. Bimbisara merasakan penderitaan luar biasa, dan akhirnya meninggal dunia di dalam penjara.
  102 Kelas VIII SMP


























































































   106   107   108   109   110