Page 109 - Buku Paket Kelas 8 Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti
P. 109

                Raja Ajasattu telah melakukan satu dari lima kejahatan yang paling berat karena telah membunuh ayah kandungnya sendiri. Perbuatan ini berakibat menghalangi pencapain kesucian bagi dirinya sepanjang kehidupan sekarang. Bahkan, ia pasti akan terlahir kembali di alam neraka avici.
Raja Ajatasattu membina pergaulan dengan orang ‘bodoh’, Devadatta sehingga diperalat dengan mudah untuk melakukan berbagai kejahatan bertentangan dengan hati nuraninya yang dalam. Raja Ajatasattu bukan hanya telah terkena bujukan untuk bersekongkol membunuh Buddha. Namun, Buddha tidak bisa dibunuh oleh makhluk apa pun dengan cara apa pun. Walaupun dengan berbagai macam cara Raja Ajatasattu bersekongkol dengan Devadatta untuk membunuh Buddha, upaya ini selalu mengalami kegagalan.
Ia pernah mengerahkan sejumlah pemanah istana untuk membidik Buddha. Akan tetapi ketika Buddha mendekati pemanah pertama, ia begitu terpesona oleh keagungan Buddha sehingga seluruh tubuhnya menjadi kaku. Sapaan yang ramah tamah membuat pemanah tersebut membuang busur serta anak panahnya. Beliau kemudian membabarkan Dharma kepada pemanah tersebut dan menyuruhnya pulang dengan melalui jalan tertentu. Para pemanah satu per satu membubarkan diri. Pemanah pertama kemudian menceritakan kegagalan rencana pembunuhan ini kepada Raja Ajatasattu dan Devadatta.
Bersamaan dengan meninggalnya Bimbisara, telah terjadi pula suatu peristiwayangpenting,yaitulahirnyaputrasulungRajaAjatasattu.Mendengar kelahiran putranya, tak terlukiskan betapa bahagianya Raja Ajatasattu. Badannya bergetar dan perasaan cinta kasih kepada putra sulungnya meresap sampai ke tulang sumsumnya. Ia teringat kepada ayahnya yang disekap dan disiksa dalam penjara. Raja Ajatasattu menanyakan keadaan ayahnya sekarang ini, dan segera diperintahkan untuk membebaskannya. Namun, disampaikan berita bahwa ayahnya telah meninggal. Ia merasa tertegun dan bergegas ia lari menjumpai ibunya dan bertanya:
“Ibunda tercinta, sewaktu aku lahir, apakah Ayah juga mencintai diriku seperti halnya saya sekarang ini mencintai putraku?” Dengan tersengal- sengal karena sedih, Ratu Videha menuturkan:
“Apa yang engkau katakan, Putraku! Sewaktu engkau masih dalam kandungan, aku merasa ingin sekali mengisap darah dari tangan kanan ayahmu. Dengan senang hati dan tulus ayahmu mengabulkannya. Aku bermaksud ingin menggugurkan kandunganku dan setelah engkau lahir, aku ingin membunuhmu. Namun, ayahmu selalu melarangku.”
Ketika engkau menderita bisul di tanganmu, ayahmu memeluk dan meletakkan dirimu di pangkuannya. Dengan hati-hati sekali, ia kemudian mengisap bisulmu yang sudah matang dengan mulutnya. Oh, Putraku,
  Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti 103



























































































   107   108   109   110   111