Page 170 - Buku Paket Kelas 9 PPKN
P. 170
mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara menghadapi Belanda. Sekembalinya dari Yogyakarta, kesatuan resimennya dalam keadaan terpencar. I Gusti Ngurah Rai menggalang kekuatan dan menggempur Belanda pada tanggal 18 November 1945. Karena kekuatan pasukan tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran “Puputan” di Margarana sebelah utara Tabanan Bali, hingga I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak buahnya.
h. Perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda
Belanda selalu berusaha menguasai Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai perundingan yang dilakukan sering kali dilanggar dengan berbagai alasan. Untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia, Belanda melancarkan agresi militer sebanyak dua kali. Agresi Militer I dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 1947, dengan menguasai daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer ini kepada PBB dan akhirnya atas tekanan resolusi PBB tercapai gencatan senjata.
Agresi kembali dilakukan pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini, menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda, perlawanan bangsa Indonesia dilakukan dengan mengubah strategi dengan cara perang gerilya. Salah satu hasil perang gerilya adalah Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Serangan ini memberi dampak bagi dunia internasional tentang keberadaan NKRI.
i. Perang Gerilya
Perlawanan bangsa Indonesia juga menggunakan strategi perang gerilya, yaitu perang dengan berpindah-pindah tempat. Sewaktu-waktu menyerang berbagai posisi tentara Belanda, baik di jalan maupun di markasnya. Salah satu perang gerilya, dipimpin oleh Jenderal Soedirman. Ia bergerilya dari luar kota Yogyakarta selama delapan bulan ditempuh kurang lebih 1.000 Km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak jarang, Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa, rombongan Soedirman kembali ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima Tentara dan Teritorium Jawa, menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat Nomor I, salah satu pokok isinya ialah tugas pasukan-pasukan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 159