Page 108 - Toponim sulawesi.indd
P. 108

94     Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi


                     Diceritakan oleh yang empunya cerita,  bahwa  suatu  ketika  sudah

               mulai banyak para nelayan dari berbagai tempat yang sering datang dan
               berlabuh di pesisir ini, sambil mereka beristirahat dan duduk di dasengnya

               Tudus,  ada suatu  hal  yang menjadi  perhatian  Tudus,  yakni kehadiran
               bermacam-macam  burung silih  berganti hinggap  di pohon  Bitung.  Atas
               peristiwa ini ia berfirasat bahwa suatu waktu tempat ini akan didiami oleh

               banyak suku bangsa (Pangemanan, 2012, Ibid., Bitung Dalam Angka, 2015).

                     Bagaimana  latar belakang sehingga  Tudus  kemudian  “ba  daseng”
               tinggal  menetap  dan  membuka ladang  pertanian  di  pesisir  Bitung?

               Diceritakan, bahwa pada sekitar tahun 1904, atas perintah Kepala Distrik
               Tonsea, Tudus memimpin orang-orang yang berasal dari Sawangan  mencari

               lahan pertanian baru “buka kobong” atau kebun. Di masa itu, walaupun
               orang Tonsea-Minahasa  sudah  mengenal Injil  (beragama Kristen), tetapi
               tradisi-tradisi lama, dalam membuka kebun baru, dianggap suatu keharusan

               untuk ritual foso, poso, vosso, posan, pelii. (vosso/foso sebutan di Minahasa-
               dan Maluku Melayu). Ketiga kata ini dapat berarti ‘pesta’, ‘pengorbanan’
               (maposan (Minahasa  Melayu:  bafoso) = persembahan  paposanan

               (Minahasa Melayu: tampa bafoso) = di mana dikorbankan, pengorbanan).
               (Minahasa Melayu: foso, Poso) dapat berarti ‘tidak diizinkan’, atau dilarang
               (Watuseke & Henley, 1994: 373) Dengan demikian, lokasi pesisir pantai
                                               .
               Bitung dipilih bukanlah sembarangan saja tetapi melalui suatu proses, yang
               kalau di negeri Tonsea, biasanya dengan menyembelih seekor babi  pada
                                                                               5
               waktu yang sudah  ditentukan, dan  hatinya  diambil  untuk  mendapatkan


               5   Bert Supit. 1986. Minahasa: dari Amanat Pinawetengan Sampai Gelora Minawanua.
                   Jakarta: Sinar Harapan. Hlm 67. Tanda baik dan buruk dapat dilihat dari hati babi, dan
                   itu hanya bisa diterangkan oleh seorang “tonaas”; Tou=orang; Naas=bijaksana, keras,
                   sakti, berwibawa; tonaas juga sama dengan seorang pemimpin. Untuk menjadi seorang
                   tonaas 3 hal yang harus dimiliki menurut penuturan para tetua: 1) Ngasaan, seorang
                   yang pintar, pandai, punya otak, mempunyai keahlian khusus; 2) Niaten, seorang yang
                   punya hati yang tahu dan turut merasakan penderitaan masyarakat yang dipimpinnya,
                   dan 3) Mawai, seseorang yang dapat diandalkan, berani, kuat dan mampu memimpin.
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113