Page 178 - Toponim sulawesi.indd
P. 178
164 Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi
Selat Makassar dan Kota Pantai Donggala menjadi bagian penting dalam
perdagangan internasional pada abad 15 hingga awal abad 19.
Sumber tertua Cina menyebut Donggala dengan nama “Tun Chia La.”
Buku ini menceritakan Donggala sebagai satu destinasi pelabuhan dagang
penting di Nusantara. Kitab “Shun Fêng Hsiang Fung” ditulis tahun 1430, masa
4
Dinasti Ming, terutama sejak masa pemerintahan Kaisar Hung Wu (1368-1398).
Pada masa Kaisar Yung Le (1402-1424), diterapkan kebijakan ekspansi maritim.
Sekitar seratus tempat tujuan perjalanan kapal-kapal Cina. Kitab “Shun Fêng
Hsiang Fung” menyebutkan bahwa Rute Barat terdapat lima rute cabang, rute
Kwang Tung menuju Malaka dan rute Wu Yu, dekat Amoy menuju Tuban,
Jaratan, Sukadana dan Lawe. Rute Timur memiliki dua rute cabang, yakni dari
Chuan-Chou menuju Brunei dan Donggala.
Rute Chuan-Chou menuju Donggala, kapal-kapal Cina berangkat dari
Chuan-Chou menuju Busuanga (di Filipina) menuju Sulu. Kemudian dari
Sulu dilanjutkan ke Ma-Li-Pen Mountain (Tanjung Mangkalihat, Kalimantan
Timur), selama 10 Kêng lagi ke arah 142,5 derajat Bujur Timur, kapal akan
tiba di Teluk Palu. Selama perjalanan, para pelayar telah melihat (dari
kejauhan) sebuah gugusan pegunungan yang bernama Pi-Chia-San atau Pen
Rack Mountain (Bukit Sidole) di bagian Timur. Setelah itu kapal akan tiba
di Tung-Chia-La (Donggala). Tung-Chia-La dikatakan sebagai ibukota negeri
Shan-mu, sebuah nama yang tidak terdeteksi sekarang ini. Donggala menjadi
transit untuk kemudian menuju Makassar sebagai rute terakhir jalur ini untuk
kembali ke Chuan-Chou atau sekitar 24 jam, 1 Kêng sepadan dengan 2,4 jam. 5
4 Mills. “Chinese Navigators in Insulinde about A.D 1.500”, Archipel Vol. 18, 1979,
hal. 69-93.
5 Sumber penting untuk melihat jalur dan perkembangan Kaili dibaca pada: catatan
Posthouder bernama Martijn Muller di wilayah Teluk Palu (Palosbaai) sejak 7
Oktober 1891, dalam: Henley. Fertility, Food and Fever; Population, Economy and
Environtment in North and Central Sulawesi, 1600-1930 (Leiden: KITLV Press,
2005), hlm. 231-232; Regerings Almanak (RA) tahun 1893; Kotilainen, When The
Bones are Left; A Study of the Material Culture of Central Sulawesi (Helsinki: The