Page 209 - Toponim sulawesi.indd
P. 209
Gambar 4.2.3
Suasana Gereja
di Poso
Sumber: Koleksi
Tropenmuseum
Belanda
Dalam satu literatur yang ditulis oleh G.W.W.C. Baron van Hoevell
menyebutkan bahwa yang memerintah di wilayah ToLage atau Lanschap
Poso adalah Taroa yang menguasai kampung-kampung Tabongan, Saiwose,
Tomasa, Makoepa dan Toragi. Demikian juga seorang yang bernama
37
Garoeda atau Kabosenya Bengka yang menguasai wilayah kampung-
kampung Bomba, Peloeboe, Tandobiaga, Tamoenggoe, Langadopi,
Saladjaja, Petilotodji, Kasimoentjoe, Bembodja, Wana, Seromboe,
Pembajoetoe, Wawongtolo, dan Pakanbohoenga.
38
Kampung-kampung tradisional tersebut sebagai rural yang menjadi
penopang munculnya Kota Poso sebagai urban dengan kata lain Kota
kolonial atau tempatnya pemerintahan Hindia Belanda sejak 1905 hingga
1942 memberikan nuansa klasik. Kota Kolonial biasa ditandai oleh adanya
gereja, rumah kontrolir, tangsi atau barak tentara, lapangan atau alun-alun,
pasar, serta jalan yang sudah rapi yang ditumbuhi pohon-pohon sepanjang
jalan serta parit. Pada tahun 1980-an dalam Kota Poso masih dapat melihat
beberapa ciri Kota kolonial, namun pada tahun 2000-an telah hancur oleh
adanya “kerusuhan sosial.”
37 G.W.W.C. Baron van Hoevell, Todjo, Posso, an Saoesoe (Tanpa Tempat, Penerbit, dan tahun terbit), hlm. 29.
38 Ibid.