Page 73 - Toponim sulawesi.indd
P. 73
Jaringan Maritim Indonesia: Sejarah Toponim Kota Pantai di Sulawesi 59
kekuasaannya dan menandai orientasi perdagangan terus dikembangkan.
Kerajaan lain yang pernah berkuasa di Parepare adalah Bacukiki dan
Soreang yang diketahui pernah berhubungan dengan kerajaan Gowa yang
dalam sejarah menjadi musuh VOC di Nusantara. Bukti lain hubungan
kerajaan di Soreang dan Bucikiki adalah penamaan Parepare. Hubungan
antar kerajaan itu berlangsung pada medio abad XVI. Bahkan persekutuan
beberapa kerajaan di sekitar Parepare di bagian tengah Sulawesi
menjadikannya sebagai pusat Ajatappareng. Hubungan antar kerajaan di
selat Makassar ini tidak lepas dari posisi penting dan strategis Parepare di
jalur perdagangan dan pelayaran.
Belanda menjadikan Parepare sebagai kota penting di pantai barat
pulau Sulawesi. Dari Parepare, Belanda mendirikan berbagai fasilitas
untuk menunjang kebutuhannya dalam rangka memperuat posisi Belanda
di Parepare sebagai pusat ekonomi dan politik, pos militer, pelabuhan,
pendirian rumah sakit, pendidikan, pasar, dan fasilitas social keagaman
didirkan di Parepare. Sebagai kota pantai yang dibangun fasilitasnya oleh
Kota Kolonial, maka Parepare mulai menampakan modernitasnya di dalam
konteks fisik/infrastruktur kota. Jalan diperbaiki dan kawasan-kawasan
yang memiliki komoditas meningkat dan memiliki nilai ekonomi.
Pada masa kolonial Belanda, Kota Parepare adalah ibukota Afdeling
Parepare dengan membawahi beberapa Onderafdeling, di antaranya
Barru, Sidendreng, Enrekang, Pinrang, dan Pangkajene. Asisten Residen
dan dan Controlur (Gezag Hebber) ditempatkan di kota Parepare. Selain
pejabat Belanda, di kota Parepare juga ditempatkan pejabat pribumi yang
memimpin wilayah setingkat distrik dan onderdstrik. Pejabat pribumi
ini berasal dari aparat pemerintah raja-raja Bugis yang dikenal dengan
Arung Barru di Barru, Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung
Enrekang di Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang. Untuk Distrik di kota
Parepare berkedudukan Arung Mallusetasi. Kondisi itu berlangsung hingga
akhir masa kolonial Belanda (1942).