Page 27 - MAJALAHBELMAWA
P. 27

LAPORAN UTAMA
JMalan Berliku
emperkenalkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di Perguruan Tinggi (PT) tidaklah mudah, di kala banyak PT yang terlanjur berjalan dengan standar masing-masing.
Berbagai pertanyaan yang belum terjawab dan kesimpangsiuran informasi, kerap membuat PT menjadi galau dan merasa tidak ada jalan keluar. Di satu sisi ada keinginan untuk memenuhi aturan pemerintah sesuai UU Dikti, sementara di sisi lain, tata kelola di PT tersebut sudah berjalan dengan standar yang ada atau bahkan berjalan tanpa standar. Apalagi yang menyangkut akreditasi, banyak PT yang masih pragmatis, memilih jalan pintas dengan mengadakan pelatihan pengisian boring akreditasi hanya pada saat akan melakukan reakreditasi dengan, selanjutnya PT tersebut terlelap.
Dimana Ada Kemauan Pasti Ada Jalan
Sesungguhnya PT tidaklah perlu bingung mengimplementasikan SPMI saat PT sudah memiliki standar, seperti ISO. PT hanya tinggal menjadikan SN Dikti sebagai standar minimal dan ditambah dengan standar yang lain yang dibutuhkan sesuai dengan visi misi masing-masing PT. Standar baru yang sudah melampai SN Dikti inilah yang selanjutnya ditetapkan dan digunakan PT yang dikenal sebagai Standar Dikti yang ditetapkan PT. SPMI dalam menjalankan penjaminan mutu, melalui berbagai tahapan, yaitu Penetapan standar, Pelaksanaan standar, Evaluasi pelaksanaan standar, Pengendalian pelaksanaan standar, dan Peningkatan (PPEPP). Di lapangan masih banyak pihak yang kebingungan terkait macam- macam standar yang ada, apalagi kalau melihat perbedaan standar yang dipakai ketika akreditasi. “Kami bingung, pakai standar yang mana?” Kalimat ini yang sering terdengar saat diseminasi ataupun pelatihan SPMI.
SPMI sebagai Jalan Lurus
Sebagai sebuah sistem, SPMI layak disebut satu- satunya mazhab penjaminan mutu internal (Internal Quality Assurance atau IQA) yang seharusnya dianut dan dipergunakan seluruh PT. Bagi PT yang telah unggul, SPMI sebagai sebuah sistem bisa jadi sudah melebur dan kasat mata karena penjaminan mutu sudah melekat dalam tata kelola PT. Bisa jadi bermacam standar digunakan dalam rangka
meningkatkan mutu PT, apalagi kalau disesuaikan dengan visi misi PT, misalnya menuju world class university.
Namun bagi PT yang masih merangkak dan berusaha menemukan jalan menuju budaya mutu, maka SPMI masih perlu diwujudkan dalam bentuk yang maujud dan ada bentuk-bentuk amalannya. Petunjuk-petunjuk dalam dokumen SPMI mulai dari dokumen kebijakan, dokumen standar, dokumen manual, hingga aneka formulir masih sangat diperlukan dalam membimbing PT untuk melewati tahap demi tahap siklus hidup SPMI, yaitu PPEPP. Pendek kata ibarat sebuah jalan, SPMI adalah shirathal mustaqim bagi PT agar selamat dan sampai di tujuan, sesuai dengan visi misi PT dan amanah UU Dikti. Jalan lurus agar PT mendapatkan nikmat-nikmat, seperti nikmat yang telah direngkuh perguruan tinggi unggul dan bukan azab seperti yang ditimpakan pada PT yang hidup segan dan matipun tak mau.***
(Masluhin Hajaz, Kasubdit Penguatan Mutu, Dit. Penjamu-Belmawa)
“Kami bingung, pakai standar yang mana?” Kalimat
ini yang sering terdengar saat diseminasi ataupun pelatihan SPMI.
BAHANA BELMAWA
27


































































































   25   26   27   28   29