Page 33 - MAJALAHBELMAWA
P. 33
LIPUTAN KHUSUS
P agi itu, enam tahun yang lalu, tim Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Dit. Belmawa, Ditjen Dikti, Kemdikbud) tiba di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Yogyakarta. Tim mendapat tugas melakukan monitoring dan evaluasi salah satu program strategis 100 Hari Kemdikbud yaitu Bantuan Biaya Pendidikan Bidikmisi. Lebih dari 40 mahasiswa angkatan pertama (tahun 2010) dari PTN tersebut akan menjadi responden evaluasi program.
Pertemuan dengan pemimpin PTN dilakukan dalam rangka evaluasi Bidikmisi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana pengelolaan program. Mahasiswa juga melakukan pengisian angket dan wawancara. Beberapa mahasiswa diminta memberikan testimoni terkait program, yaitu tentang prestasi di kampus, kondisi keluarga, serta proses atau perjalanan dari awal mendapat informasi tentang Bidikmisi, proses seleksi, hingga dinyatakan diterima dan belajar di PTN tersebut.
Salah satu mahasiswa putri berkisah, bagaimana dia harus bersepeda sepanjang 14 km dari rumah ke kampus setiap hari. Beberapa kali ia bahkan harus berjalan kaki karena sepedanya rusak. Hal ini terpaksa ia lakukan karena tidak memiliki uang untuk naik kendaraan umum. Mahasiswa lainnya berkisah, bagaimana dia dan keluarganya dilecehkan para tetangga karena bermimpi ingin kuliah. Sementara, yang lain menuturkan bahwa Ibunya harus menjual barang atau perabot di rumahnya untuk keperluan makan sehari-hari karena Ayahnya kena PHK dan bekerja serabutan. Lebih jauh mereka bercerita bahwa mereka dan keluarganya, tidak pernah bermimpi bahwa anggota keluarga mereka akan dapat melanjutkan kuliah, mendapat pendidikan yang lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi besar dan ternama, walaupun mereka memang telah menyemat predikat juara di SMA-nya.
Kini semua yang mereka impikan di masa lalu, telah menjadi kenyataan. Bidikmisi telah mengubah semua, mengubah pandangan bahwa keluarga miskin tidak akan dapat kuliah. Bidikmisi memberikan akses pendidikan seluas-luasnya bagi keluarga tidak mampu secara ekonomi namun berpotensi secara akademis. Inilah mengapa akses pendidikan tinggi bagi keluarga tidak mampu, senantiasa ditingkatkan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Keberadaan Program Bidikmisi dijalankan sebagai amanah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 74 ayat (1) menegaskan bahwa PTN wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua Program Studi (Prodi). Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohamad Nuh saat itu mengungkapkan, “Inilah kebangkitan kaum duafa. Karena telah dibiayai oleh negara, kelak mereka pasti tergerak untuk membalas budi kepada bangsanya. Menjadi generasi emas yang turut mengibarkan panji merah putih lebih tinggi-tinggi menuju generasi emas 2045.”
Kini Bidikmisi, dijalankan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikiti). Di bawah kepemimpinan Nasir, sebanyak 340.000 mahasiswa dari keluarga kini dapat mengenyam pendidikan tinggi di berbagai kampus terbaik di Indonesia, termasuk di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sejak 2012. Kini, sebanyak 80.000 kursi diperuntukkan bagi mahasiswa baru 2017/2018. Mahasiswa penerima Bidikmisi terbukti dapat mengikuti pendidikan dengan sangat baik, bahkan banyak di antara mereka yang menyelesaikan pendidikan dengan sempurna (IPK 4,00) dan segudang prestasi ekstrakurikuler.
Memang Bidikmisi bukan program yang sempurna, sebagai program pemerintah tentu masih memiliki kekurangan khususnya besarnya bantuan biaya hidup.Mahasiswa Bidikmisi yang harus tetap berjuang mencari tambahan uang saku selain melaksanakan tugas utama meraih prestasi. Hingga kini, dana bantuan biaya hidup juga masih sering terlambat. Kondisi inilah yang menjadi pemicu bagi Kementerian untuk terus meningkatkan kualitas layanan Program Bidikmisi untuk Indonesia yang lebih baik.***(WWS/DNA/IFH)
BAHANA BELMAWA
33