Page 76 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 AGUSTUS 2020
P. 76

Pelatihan-pelatihan  yang  biasanya  dilakukan  BBPLK  secara  tatap  muka,  tidak  dapat  lagi
              dilakukan karena ada pembatasan untuk berkumpul. Model E- Learning pun menjadi pilihan
              utama diadaptasi ke dalam dunia pelatihan menjadi pelatihan daring (online), agar pelatihan
              tetap dapat berjalan.



              4 TANTANGAN INI HALANGI PROGRAM PELATIHAN DARING DI MASA PANDEMI
              COVID-19

              Berbagai terobosan terus dilakukan Balai Besar Peningkatan Latihan Kerja (BBPLK) di bawah
              Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia di tengah pandemi
              Covid-19.  Salah  satu  terobosan  yang  dilakukan  adalah  menggelar  pelatihan  secara  daring
              (online) di masa pandemi Covid-19.

              Pelatihan-pelatihan  yang  biasanya  dilakukan  BBPLK  secara  tatap  muka,  tidak  dapat  lagi
              dilakukan karena ada pembatasan untuk berkumpul. Model E- Learning pun menjadi pilihan
              utama diadaptasi ke dalam dunia pelatihan menjadi pelatihan daring (online), agar pelatihan
              tetap dapat berjalan.

              "Setelah WHO secara resmi menyatakan virus Covid-19 adalah sebuah pandemi global pada
              Maret lalu, metodologi pelatihan berubah secara luar biasa," ujar Pejabat Fungsional Pengantar
              Kerja Utama, Kemnaker, Hery Sudarmanto, dikutip dari Kemnaker, Senin (3/8/2020).

              Hery Sudarmanto menyebut ada empat tantangan dalam pelaksanaan pelatihan daring di masa
              pandemi  Covid-19.  Pertama,  peserta  pelatihan  yang  pasif.  Peserta  pasif  akan  menyulitkan
              instruktur/trainer untuk mengetahui apakah peserta mengerti atau tidak terhadap materi yang
              diberikan.

              "Solusinya, trainer/instruktur harus dapat membaca situasi dan banyak melakukan kegiatan-
              kegiatan yang interaktif," kata Hery.

              Kedua, trainer harus terus terhubung dengan peserta. Sebab saat instruktur/trainer memberikan
              pelatihan daring, sering kali peserta mengalami "gangguan" dari lingkungan di sekitarnya. Untuk
              itu, para peserta harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, termasuk mencari tempat yang tidak
              banyak "gangguan".

              Tantangan ketiga, melakukan kolaborasi antar peserta. Biasanya, apabila pelatihan dilakukan
              secara  tatap  muka,  trainer/instruktur  dapat  membagi  kelompok  peserta  menjadi  beberapa
              kelompok  untuk  diberikan  tugas  kelompok.  Kecepatan  internet  yang  sering  naik  turun  atau
              "blank spot" di beberapa daerah menyebabkan hal ini menjadi hambatan dalam pelaksanaan
              pelatihan daring.

              "Beda  dengan  pelatihan  daring,  biasanya  sulit  untuk  membagi  peserta  menjadi  kelompok-
              kelompok kecil sehingga keterikatan antar peserta menjadi sangat rendah," katanya.

              Tantangan  keempat  yakni  infrastruktur  jaringan  internet.  Sebagai  negara  berkembang,
              infrastruktur untuk jaringan internet di Indonesia masih menjadi tantangan karena belum semua
              daerah di Indonesia telah ter-cover jaringan internet yang memadai.
              "Harga kuota internet di Indonesia pun masih dianggap terlalu mahal dibandingkan negara-
              negara  di  Asia  Tenggara  lainnya.  Hal  ini  perlu  menjadi  perhatian  pemerintah  apabila  ingin
              memajukan pelatihan daring di Indonesia," katanya.

              Untuk  mengatasi  empat  tantangan  pelatihan  daring  di  tengah  pandemi  tersebut,  Hery
              menyarankan pemerintah melakukan lima hal. Pertama, pemerintah melalui kementerian terkait

                                                           75
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81