Page 127 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 127

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, mengatakan surat telegram itu berpotensi membuka ruang
              abuse  of  power  (penyalahgunaan  kekuasaan)  karena  bertentangan  dengan  fungsi  dan
              kewenangan polisi sebagaimana diatur undang-undang.

              "Telegram tersebut menunjukkan hilangnya netralitas kepolisian dalam menjalankan tugasnya
              sesuai UU Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melindungi,
              mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum," ujar Arif dalam keterangannya,
              Selasa (6/10).

              "Oleh karena itu Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober
              2020 semestinya batal demi hukum dan tidak diberlakukan," imbuhnya.

              Menurut Arif, polisi semestinya tidak dapat melarang masyarakat menyampaikan pendapat di
              muka umum. Sebab, menyampaikan pendapat adalah hak konstitusional yang diatur undang-
              undang.

              Dia menambahkan, pelaksanaan hak ini oleh warga juga tak memerlukan izin kepolisian. Dalam
              UU No. 9 Tahun 1998, menurut Arif, warga yang ingin menyampaikan pendapat hanya perlu
              memberitahu  polisi,  dan  menjadi  kewajiban  kepolisian  untuk  memberikan  jaminan  dan
              perlindungan.

              "Dalam  pelaksanaan  penyampaian  pendapat  di  muka  umum,  Polri  bertanggung  jawab
              memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di
              muka umum," kata dia.

              Arif  turut  mengingatkan  agar  kepolisian  tak  menjadikan  Covid-19  sebagai  alasan  untuk
              menghentikan aksi warga dalam menyampaikan pendapat. Sebab, menurut dia, pembatasan hak
              menyampaikan hanya boleh dilakukan jika sesuai undang-undang.

              Pasalnya,  menurut  Arif,  hingga  saat  ini  tak  ada  undang-undang  yang  melarang  warga
              menggunakan  hak  tersebut.  Oleh  sebab  itu,  lanjut  Arif,  polisi  harus  independen  dan  tidak
              diskriminatif dalam menegakkan hukum.

              Apalagi, kata dia, sebelum muncul gelombang penolakan masyarakat terhadap RUU Ciptaker
              saat ini, telah ada berbagai macam aksi dan tidak menimbulkan ancaman pidana. Termasuk
              anggota DPR yang terus mengebut pembahasan RUU Ciptaker.

              "Karena itu jangan kemudian ketika rakyat sebagai pemilik kedaulatan turun ke jalan mengkritik
              pemerintah dan DPR, kepolisian berlaku diskriminatif," kata dia.

              Pengesahan Omnibus Law Ciptaker melalui Rapat Paripurna DPR sebelumnya telah memancing
              gelombang aksi penolakan terutama dari kelompok buruh. Namun demikian, para buruh yang
              hendak  mendatangi  kompleks  parlemen  di  Jakarta  dikabarkan  mendapat  pengadangan  oleh
              aparat di pintu-pintu masuk perbatasan.

              Beberapa waktu sebelumnya, Kapolri Idham Azis juga telah menerbitkan surat telegram nomor
              STR/645/X/PAM.3.2./2020  tertanggal  2  Oktober  2020.  Surat  itu  di  dalamnya  antara  lain
              menyebut, jajaran kepolisian tidak mengizinkan kegiatan demo buruh pada 6-8 Oktober 2020.

              (thr/pmg).









                                                           126
   122   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132