Page 163 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 163

JAMINAN MENAKER OMNIBUS LAW TAK BIKIN BURUH RENTAN KENA PHK

              Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dituding akan membuat buruh rentan
              terkena  pemutusan  hubungan  kerja  (PHK)  alias  dipecat.  Hal  itu  dibantah  oleh  Menteri
              Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Menurutnya terlalu tergesa-gesa bila ada pihak yang
              menganggap buruh rawan dipecat setelah disahkannya UU Ciptaker.

              "Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa kita menyimpulkan bahwa RUU Cipta Kerja akan
              rentan terhadap PHK pekerja/buruh," kata Ida dalam pernyataan tertulis, Selasa (6/10/2020).

              Dijelaskan Ida, yang ada justru sebaliknya, yaitu UU Ciptaker bertujuan untuk meningkatkan
              perlindungan bagi pekerja. "Semangat yang dibangun dalam RUU Cipta Kerja ini justru untuk
              memperluas  penyediaan  lapangan  kerja  dan  meningkatkan  kualitas  perlindungan  bagi
              pekerja/buruh,  utamanya  perlindungan  bagi  pekerja/buruh  yang  mengalami  PHK  melalui
              program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," ujarnya.

              UU Ciptaker ini, diungkapkannya tetap memberikan ruang bagi serikat pekerja atau buruh dalam
              memperjuangkan  kepentingan  anggotanya  yang  sedang  mengalami  proses  PHK.  Ida  juga
              mengatakan telah melibatkan pihak buruh dalam merumuskan UU Ciptaker. Penjelasannya di
              halaman selanjutnya.

              Ida menjelaskan sudah melibatkan mereka dalam pembuatan UU yang disahkan Senin 5 Oktober
              2020  itu.  "Pemerintah  menegaskan  sekali  lagi  bahwa  proses  penyusunan  RUU  Cipta  Kerja
              sejatinya  telah  melibatkan  partisipasi  publik,  baik  unsur  pekerja/buruh  yang  diwakili  serikat
              pekerja/serikat buruh, pengusaha, kementerian/lembaga, praktisi dan akademisi dari perguruan
              tinggi serta lembaga lainnya, seperti International Labour Organization (ILO)," kata Ida.

              Dia menjelaskan rumusan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam UU Cipta Kerja adalah intisari
              dari hasil kajian pakar/ahli, focus group discussion (FGD), Rembug Tripartit antara pemerintah,
              pekerja, dan pengusaha.
              Bahkan,  Ida  menjelaskan  pada  saat  RUU  Ciptaker  masuk  dalam  tahap pembahasan  di  DPR,
              sesuai  arahan  Presiden  Joko  Widodo  (Jokowi)  pada  24  April  2020,  pemerintah  melakukan
              kembali  pendalaman  rumusan  klaster  ketenagakerjaan  yang  melibatkan  pengusaha  dengan
              perwakilan buruh.
              "Dalam pertemuan tersebut, pemerintah banyak menerima masukan dari serikat pekerja/serikat
              buruh. Dengan proses yang telah dijalankan ini, pemerintah telah dengan seksama menyerap
              berbagai aspirasi, khususnya dari unsur pekerja/buruh," ujarnya

              "Di sisi lain, proses pembahasan RUU Cipta Kerja antara Pemerintah dan DPR berjalan secara
              transparan. Bahkan untuk pertama kalinya pembahasan suatu RUU dilakukan secara terbuka
              dan disiarkan melalui kanal-kanal media sosial yang tersedia. Hal ini dimaksudkan agar publik
              dapat mengawal proses pembahasan RUU Cipta Kerja secara seksama," paparnya.
              Dia menambahkan, proses pembahasan RUU Ciptaker di DPR berjalan dinamis, demokratis dan
              konstruktif.  Pemerintah  menerima  banyak  masukan  dari  Panja  DPR  sehingga  menghasilkan
              perubahan rumusan ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan











                                                           162
   158   159   160   161   162   163   164   165   166   167   168