Page 142 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 30 JULI 2021
P. 142

PEMERINTAH JANGAN PERSULIT SYARAT BANSOS SAAT PANDEMI: RAWAN JADI
              LAHAN PUNGLI
              Di tengah ketidakpastian ekonomi yang timbul imbas COVID-19, pemerintah menggelontorkan
              berbagai program bantuan sosial (). Sebut saja mulai dari bansos sembako, bantuan langsung
              tunai (BLT), bantuan subsidi upah (BSU), hingga Kartu Prakerja.

              Kendati di tengah situasi pandemi, sejumlah prosedur administratif masih diberlakukan dalam
              penyaluran  bantuan-bantuan  tersebut.  Terutama  yang  paling  dipersoalkan  masyarakat  yakni
              misalnya saja persyaratan harus terdaftar sebagai pembayar iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk
              program BSU Rp 500 ribu, atau persyaratan surat keterangan usaha (SKU) buat program UMKM.

              Sebagian  kelompok  pekerja  di  sektor  informal  yang  wawancarai,  bahkan  masih  ada  yang
              terkendala  dengan  bila  persyaratan  dikurangi  menjadi  hanya  KTP  atau  Kartu  Keluarga  (KK).
              Ketidaksesuaian alamat KTP dengan domisili juga kerap menjadi ganjalan mendapatkan akses
              bansos.
              Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai, semestinya dalam situasi extraordinary
              pemerintah juga menerapkan langkah proaktif. Prinsip yang diutamakan adalah menyalurkan
              bantuan terlebih dahulu secepat mungkin.

              "Padahal kan situasi extraordinary, harusnya enggak lagi menggunakan cara seperti itu. Kalau
              sudah  KTP  ya  KTP  saja,  yang  penting  bantuannya  sampai  tepat  sasaran,  ini  malah  jadi
              membebani penerima bansos dan sangat birokratis," ujar Trubus kepada , Kamis (29/7).

              Menurut  Trubus,  dalam  situasi  ini  bahkan  persyaratan  seperti  KTP  pun  bisa  diganti  dengan
              identitas lain, terutama untuk kasus mereka yang kehilangan kartu identitas elektronik itu atau
              tertinggal di kampung halaman.

              Ia  juga  khawatir,  syarat  ketat  itu  kemudian  malah  justru  dimanfaatkan  pihak  tertentu  buat
              meraup  keuntungan.  Muncul  orang-orang  yang  menjanjikan  kemudahan  dengan  melakukan
              pungutan liar () terhadap penerima.

              "Jadi kan membebani penerima dan sangat birokratis, dan juga potensi terjadi pungli. Nanti
              kalau enggak ada KTP 'ya sudah bayar segini ya, bantuannya Rp 300 ribu tapi terimanya cuma
              Rp 200 ribu," ujarnya.

              Pendapat  senada  juga  diutarakan  pengamat  ketenagakerjaan  Timboel  Siregar.  Keikutsertaan
              sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan sebagai syarat penerima BSU, bagi Timboel, justru
              syarat yang cukup janggal.

              Sebab  menurutnya  bantuan  upah  ini  semestinya  diprioritaskan  terhadap  pekerja  yang  tidak
              menerima  upah  atau  kehilangan  pekerjaan.  Logisnya,  mereka  tidak  akan  mungkin  sanggup
              membayar iuran Jamsostek saat sudah tidak lagi bekerja.

              "Lagi  pula  kalau  pekerja  yang  mendapatkan  upah  diberikan  BSU,  maka  dana  tersebut
              kemungkinan ditaruh di tabungan dan tidak dibelanjakan. Padahal dengan dibelanjakan akan
              mendukung konsumsi masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi," jelas Koordinator
              Advokasi BPJS Watch itu.

              "Saya  berharap  pemerintah  memberikan  BSU  tidak  hanya  kepada  pekerja  formal  yang
              terdampak, tetapi juga kepada pekerja informal. Datanya bisa didapat kepada penyewa mal,
              demikian  juga  toko  yang  tutup  karena  PPKM  Darurat,  termasuk  juga  ojek  online,"  sambung
              Timboel Siregar.

                Judul               SCI Gelar Pelatihan Logistik Bersertifikat

                                                           141
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147