Page 33 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 OKTOBER 2020
P. 33
Publikasi regional tentang perlindungan sosial, "The Protection We Want: Social Outlook for Asia
and the Pacific", oleh Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik (UNESCAP) dan Kantor
Regional Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk Asia Pasifik, yang dirilis pada Kamis
(15/10/2020), menyebutkan, kontraksi ekonomi dan penurunan pendapatan rumah tangga akan
menyebabkan peningkatan kemiskinan yang signifikan. Menurut perkiraan UNESCAP, kontraksi
ekonomi sebesar 5 persen dapat meningkatkan angka kemiskinan di kawasan Asia-Pasifik.
Mereka yang mampu belanja 3,20 dollar AS dan 5,50 dollar AS per hari akan meningkat secara
berturut, yakni 93 juta orang dan 90 juta orang. Dalam skenario yang lebih ekstrem, kontraksi
ekonomi sebesar 20 persen bisa meningkatkan angka kemiskinan di Asia Pasifik sekitar 414 juta
orang pada garis pendapatan 3,20 dollar AS per hari dan 381 juta orang pada 5,50 dollar AS per
hari.
Laporan itu menunjukkan, tingkat kemiskinan dan kerentanan untuk jatuh miskin tetap tinggi di
seluruh Asia Pasifik. Kemajuan yang signifikan memang telah dicapai dalam mengurangi
kemiskinan dalam beberapa dekade terakhir. Namun, di sisi lain, laju pengurangan kemiskinan
juga melambat.
Diperkirakan, 233 juta orang di Asia Pasifik masih hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem
internasional, yakni hidup kurang dari 1,90 dollar AS sehari. Sekitar 1 miliar orang lagi hidup
dengan pendapatan di bawah 3,20 dollar AS per hari. Ini adalah garis kemiskinan untuk negara-
negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Selain itu, hampir 2 miliar jiwa atau hampir setengah dari populasi kawasan Asia Pasifik, hidup
dengan pendapatan kurang dari 5,50 dollar AS per hari. Lebih dari dua pertiga penduduk Asia
Pasifik hidup dengan kurang dari 10 dollar AS per hari. Batas ini menjadi tolok ukur kerentanan
yang signifikan bagi mereka untuk jatuh lagi ke dalam kemiskinan ketika menghadapi kondisi
krisis.
Perlindungan sosial
Wakil Sekretaris Jenderal dan Sekretaris Eksekutif ESCAP Armida Salsiah Alisjahbana
menyatakan, pandemi Covid-19 menyadarkan semua pihak akan perlunya sistem perlindungan
sosial yang berfungsi dengan baik sekaligus lebih daripada sebelumnya.
Perlindungan sosial yang komprehensif menciptakan landasan bagi masyarakat yang sehat dan
ekonomi yang dinamis. "Covid-19 telah menajamkan fokus itu dengan menunjukkan efek
stabilisasi sistem perlindungan sosial yang berfungsi dengan baik dan ketika tidak ada, hal itu
telah memperburuk ketidaksetaraan dan kemiskinan," katanya
Cakupan dan skala program sistem jaminan sosial di Asia Pasifik, merujuk laporan itu, masih
terbatas. Sebagian besar skema yang ditargetkan untuk kemiskinan gagal menjangkau keluarga
termiskin. Risiko pandemi semakin membalikkan kemajuan dalam mengatasi kemiskinan hampir
satu dekade. Banyak negara juga menghadapi tingkat ketidaksetaraan yang tinggi, baik dalam
hasil maupun peluang. Penuaan populasi, migrasi, urbanisasi, bencana alam, perubahan iklim,
dan kemajuan teknologi semakin menambah tantangan ini.
Laporan tersebut juga mengidentifikasi kurangnya investasi yang signifikan sebagai salah satu
faktor utama dari kesenjangan cakupan yang besar. Di luar bidang kesehatan, banyak negara
Asia Pasifik membelanjakan kurang dari 2 persen dari PDB untuk perlindungan sosial. Tingkat
investasi manusia yang rendah ini sangat kontras dengan rata-rata global yang mencapai 11
persen. Alasan utama lainnya ialah tingginya prevalensi pekerjaan informal di wilayah ini, yang
mewakili hampir 70 persen dari semua pekerja.
"Krisis Covid-19 telah mengungkap situasi genting dari banyak pekerja perempuan dan laki-laki
dan terutama mereka yang berada di perekonomian informal. Ada kebutuhan yang jelas atas
32