Page 35 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 JUNI 2020
P. 35

LPSK: JERAT SINDIKAT PEMALSU SERTIFIKAT ABK DENGAN TPPO

              Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Polda Metro Jaya tak hanya menjerat
              sindikat pemalsu sertifikat anak buah kapal (ABK) dengan pasal penipuan dan ITE semata. Lebih
              dari  itu,  LPSK  mendorong  kepolisian  menjerat  11  orang  yang  diduga  memalsukan  5.041
              sertifikat  keterampilan  pelaut  itu  dengan  pasal  pemberantasan  tindak  pidana  perdagangan
              orang (TPPO) atau hunian trafficking.

              "LPSK berharap, penyidik memproses hukum sebelas tersangka tidak sebatas pada pemalsuan,
              atau  Undang-Undang  ITE  karena  melakukan  illegal  acces  saja,  tetapi  juga  mengaitkannya
              dengan tindak pidana perdagangan orang," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam
              keterangan pers yang diterima di Jakarta. Minggu (28/6).

              Diketahui, Tim gabungan Polres Metro Jakarta Utara dan Kementerian Perhubungan (Kemhub)
              membongkar sindikat pemalsuan sertifikat keterampilan pelaut dengan cara membobol sistem
              keamanan website resmi Kementerian Perhubungan. Kepolisian menduga 11 orang tersangka
              yang ditangkap di Jakarta. Pekanbaru, dan Bogor itu melakukan illegal acces terhadap website
              resmi Kemhub. Selama tiga tahun beraksi, komplotan ini telah memproduksi sertifikat palsu
              sebanyak 5.041 sertifikat.

              Pengungkapan kasus diawali dari beberapa kasus yang menimpa ABK Indonesia, termasuk dua
              ABK Indonesia yang loncat dari Kapal Lu Qing Yuan Yu berbendera RRT di

              Perairan Batam karena mendapat perlakuan buruk, kekerasan fisik, dan gajinya tidak dibayar.

              Edwin menyatakan, kepolisian sudah selayaknya menjerat para tersangka dengan pasal TPPO
              lantaran pemalsuan dokumen merupakan salah satu cara mempermudah para korban untuk
              dipekerjakan. Dikatakan, perdagangan orang dimulai sejak proses perekrutan.
              Korban dijanjikan pekerjaan legal, majikan yang baik, dan penghasilan cukup. Bahkan, bagi
              keluarga korban, perekrut memberikan sejumlah uang tali kasih.

              "Mereka (korban) kemudian dibekali dokumen identitas palsu, KTP, dan paspor," katanya.

              Ia  menjelaskan,  praktik  perdagangan  orang  sektor  perikanan,  khususnya  ABK  biasanya
              melibatkan  dua  pihak  yaitu,  penyalur  dan  pihak  perusahaan/kapal  penerimanya.  Penyalur
              bertugas melakukan perekrutan, penyiapan dokumen, perjanjian kerja dan pengiriman para ABK
              ini  ke  negara  tujuan.  Sementara  perusahaan/kapal  penangkap  ikan  merupakan  milik  warga
              negara  asing.  Selain  orang  perorangan,  korporasi,  kelompok  terorganisir  dan/atau
              penyelenggara negara juga dapat dijerat sebagai pelaku TPPO.

              "Perbudakan pada sektor perikanan ini melibatkan banyak negara sehingga masuk ke dalam
              kategori kejahatan lintas negara." tegasnya.

              Berdasarkan  data  LPSK.  sepanjang  2015-2019  terdapat  122  korban  TPPO  yang  dibekali
              dokumen palsu. Khusus ABK
              sektor perikanan, LPSK telah memberikan perlindungan kepada 232 korban mulai dari tahun
              2013-Juni 2020. "Angka ini bukan merupakan jumlah keseluruhan dari korban peristiwa serupa,"
              katanya.

              Edwin memastikan. LPSK memberikan perhatian khusus pada korban TPPO karena merupakan
              satu dari delapan tindak pidana prioritas yang dimandatkan Undang-Undang Perlindungan Saksi



                                                           34
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40