Page 42 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 JANUARI 2021
P. 42

Menurut Slamet, kelemahan perlindungan terhadap ABK Indonesia secara umum merupakan
              dampak dari regulasi yang berlaku saat ini, yang dinilai masih bersifat parsial atau dengan kata
              lain belum mengatur proses penempatan ABK asal Indonesia dari hulu ke hilir.

              Untuk itu, ujar dia, sudah saatnya regulasi yang ada saat ini, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007
              tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU Nomor 18
              Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dicermati dengan seksama.

              Selain itu, lanjutnya, ada juga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015
              tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.

              "Keberadaan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di atas kapal perikanan asing selama ini telah
              memberikan manfaat yang banyak secara ekonomi," kata Slamet.

              Namun, ia mengingatkan masih banyak kasus ABK yang menjurus kepada praktik kerja paksa
              atau perbudakan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

              Slamet memberi contoh, salah kasus yang mencuat tahun lalu adalah praktik kerja paksa ABK
              Indonesia di kapal perikanan Long Xing 629.

              Ia juga mempertanyakan sejauh mana perkembangan dari kasus tersebut.

              "Saya meminta untuk adanya tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku TPPO ataupun pelaku
              perbudakan nelayan di atas kapal. Sehingga dapat memberikan efek jera bagi para pelaku,"
              katanya.

              Slamet minta pemerintah untuk melakukan pemetaan terhadap perlindungan ABK di luar negeri.

              Destructive Fishing Watch (DFW) sebagai pengelola Fishers Center menerima 40 pengaduan
              korban awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan dalam dan luar negeri dalam
              periode Januari-Desember 2020.

              "Saat ini mayoritas pengaduan dilakukan oleh mereka yang bekerja di kapal ikan luar negeri atau
              pekerja  perikanan  migran,"  kata  Koordinator  Nasional  Destructive  Fishing  Watch  (DFW)
              Indonesia, Moh Abdi Suhufan.

              Abdi  Suhufan  mengungkapkan, dari  40 pengaduan  tersebut  tercatat  103  korban  awak kapal
              perikanan yang terjebak dalam praktik kerja yang tidak adil dan merugikan.



























                                                           41
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47