Page 16 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 JANUARI 2021
P. 16
Mereka juga melaporkan sejumlah tindakan tidak manusiawi yang diterima selama bekerja di
kapal Tiongkok dan tindakan sejumlah agen Indonesia yang tidak membayarkan gaji mereka.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri perlu menindaklanjuti resolusi PBB
tentang perlindungan pelaut (seafares) melalui koordinasi dengan pemerintah Tiongkok untuk
memulangkan awak kapal perikanan asal Indonesia tersebut.
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa
pihaknya sebagai pengelola Fishers Center Bitung dan Tegal menerima 6 pengaduan awak kapal
perikanan yang saat ini terjebak di Tiongkok.
"Mereka terindikasi sebagai korban kerja paksa dan perdagangan orang yang kemudian terjebak
di perairan Tiongkok dan belum bisa kembali ke Tanah Air," kata Abdi dalam keterangannya,
Rabu (6/1).
Menurut laporan yang diterima, para awk kapal tersebut seharusnya sudah selesai kontrak dan
sudah kembali ke Indonesia tapi karena covid-19 sehingga masih tertahan di Tiongkok. Sejumlah
hak-hak seperti gaji juga ternyata belum dibayarkan secara utuh oleh perusahaan dan agen
penyalur.
"Korban atas nama FH telah bekerja selama 24 bulan dengan gaji USD300/bulan tapi baru
menerima gaji sebesar Rp4.100.000," kata Abdi.
Selama bekerja di kapal, FH mengalami 3 kali pindah kapal yang berbeda-beda walaupun masih
bendera yang sama yaitu kapal Tiongkok. Ke-5 pelapor tersebut diberangkatkan oleh manning
agent Indonesia yaitu PT MSI, PT JBP, PT NA dan PT GMA.
Selain itu, ada juga yang mendapat intimidasi. Dalam laporannya, korban mengatakan sering
mendapatkan intimidasi dan ancaman dari kapten dan sesama awak kapal asal Tiongkok.
"Makanan yang diberikan tidak manusiawi bahkan untuk minum pun harus mengonsumsi air dari
kran pencuci piring yang airnya sudah berwarna kuning," ujar Abdi. (OL-2).
15