Page 218 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 JUNI 2021
P. 218
Namun nyatanya, kondisi itu menghadapi sejumlah tantangan terlebih di masa pandemi covid-
19. Menurut data Komnas Perlindungan Anak, saat ini ada 5,1 juta anak bekerja dalam berbagai
bentuk pekerjaan.
"Ada 1,7 juta anak terpaksa bekerja dalam situasi buruk, seperti bekerja di industri manufaktur
lebih dari tiga jam, bekerja di jalanan dengan situasi nonpennanent address, bekerja di restoran,
hotel atau tempat hiburan malam hingga larut malam, bahkan menjadi pekerja seks komersial
atau perbudakan seks," jelas Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, saat
dihubungi kemarin.
Ia mengatakan hal itu sehubungan dengan peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak
(World DayAgainst Child Labour) yang jatuh setiap 12 Juni.
Menurut Arist, anak-anak dalam situasi tersebut mengharapkan kehadiran pemerintah dan
negara untuk melakukan intervensi lintas kementerian. Dan sudah saatnya negara mempunyai
sistem pendataan hingga intervensi kritis terhadap permasalahan mendasar anak dan
keluarganya.
Seharusnya pekerja anak itu mengenyam pendidikan dan mendapat perhatian khusus. Sehingga
mereka memperoleh hak anak untuk bermain dan mendapat perlindungan dari segala
eksploitasi.
Secara terpisah, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, mengatakan pemerintah
terus berupaya menghapus pekerja anak dengan melakukan penarikan pekerja anak dari bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk.
"Di masa pandemi covid-19 ini, saya ingin kembali mengajak dan memperkuat komitmen
bersama untuk membebaskan anak-anak kita dari belenggu pekerjaan yang belum menjadi
tanggung jawab mereka," katanya dalam keterangan resmi.
Dalam kondisi pandemi ini, lanjut Ida, anak-anak juga merupakan kelompok terdampak, yang
pada akhirnya memaksa mereka ambil bagian untuk membantu perekonomian keluarga.
"Ini harus dihentikan. Setop pekerja anak. Biarkan mereka tumbuh dan berkembang secara
optimal dari segi fisik, mental, sosial, dan intelektual. Semua untuk kepentingan terbaik anak,"
tambah Ida.
Untuk mempercepat terwujudnya peta jalan Indonesia bebas pekerja anak pada 2022,
pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan, salah satunya dengan pengurangan pekerja
anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) dan pencanangan zona
bebas pekerja anak.
Menegaskan regulasi
Secara terpisah, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sunyo-to Usman, menilai
perlu berbagai u-paya untuk mengentaskan pekerja anak dan menegaskan kembali regulasi,
serta pelayanan pada anak. Begitu juga diperlukan edukasi tentang perlindungan anak melalui
keluarga, sekolah, dan organisasi sosial.
Sementara itu, salah seorang warga Jakarta Selatan, Maulana Ridha, melihat persoalan pekerja
anak yang semakin kompleks apalagi di masa pandemi covid-19.
"Pekerja anak merupakan realita karena bermuara pada persoalan kemiskinan. Semua pihak
harus sepakat bahwa mempekerjakan anak merupakan suatu tindakan keliru," ujar pengacara
itu. (Rif/X-7)
217