Page 309 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 APRIL 2021
P. 309

Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang, negara menjamin dengan mekanisme
              tidak  langsung,  yakni  dengan  jalan  menciptakan  kondisi  dan  sarana  yang  dapat  menjamin
              terpenuhinya kebutuhan tersebut.

              Negara Islam akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu
              yang mampu mengolahnya melalui ihyaul mawat(menghidupkan tanah mati), menciptakan iklim
              kondusif  bagi  wirausaha,  dan  sebagainya,  sebagai  sarana  bagi setiap kepala  keluarga  untuk
              bekerja.

              Cara memperoleh pendapatan tidak hanya melalui penetapan hukum wajib mencari nafkah bagi
              laki-laki balig saja. Syariat Islam juga memiliki hukum-hukum lain yang sah dalam kepemilikan
              harta  seperti  hukum  waris.  Alternatif  cara  pemenuhan  kebutuhan  hidup  dan  mewujudkan
              kesejahteraan bagi tiap individu masyarakat yang tidak mampu memenuhinya, juga dipenuhi
              dengan tanggung jawab kerabat dan tetangga.

              Hukum  syariat  tersebut  mampu  mencegah  individu-individu  masyarakat  yang  sedang  dililit
              kebutuhan untuk berusaha memenuhi kebutuhan mereka dengan menghinakan diri (meminta-
              minta).

              Pada  saat  masyarakat  berpendapatan  menengah  bawah,  termasuk  buruh  yang  kesulitan
              mengakses pendidikan, kesehatan, kebutuhan energi, dan transportasi, negara Islam menjamin
              terselenggaranya penanganan masalah-masalah tersebut.

              Dijadikannya semua itu sebagai kewajiban negara dan bagian dari tugasnya sebagai pemelihara
              dan pengatur urusan rakyat, menjadikan rakyat mengaksesnya dengan murah bahkan gratis.

              Sehingga rakyat -apa pun pekerjaannya- akan dijamin pemenuhan pendidikan anak-anaknya,
              kesehatan keluarga, transportasi aman-nyaman, serta energi untuk keperluan rumah tangganya.

              Dengan  dilaksanakan  politik  ekonomi  Islam  tersebut,  beberapa  permasalahan  pokok
              ketenagakerjaan  yang  berkaitan  dengan  masalah  kesejahteraan  buruh  terselesaikan.
              Permasalahan tunjangan sosial berupa pendidikan dan kesehatan bukanlah masalah yang harus
              dikhawatirkan pekerja.

              Beranjak pada masalah lain dalam ketenagakerjaan, sepenuhnya tergantung kontrak kerja (akad
              ijarah) antara pengusaha dan pekerja. Sebagaimana hukum akad, kontrak kerja sama harus
              memenuhi ridha wal ikhtiar. Artinya, kontrak yang terjadi yang harusnya saling menguntungkan.
              Tidak boleh satu pihak menzalimi dan merasa dizalimi pihak lainnya.

              Jika dalam akad ada kesepakatan pemberian THR atau tunjangan lain, maka pengusaha wajib
              memberikannya sesuai kontrak kerja yang telah disepakati.

              Jika terjadi sengketa antara pekerja dan majikan terkait upah, maka pakar (khubara') lah yang
              menentukan  upah  sepadan.  Pakar  ini  dipilih  kedua  belah  pihak.  Jika  masih  bersengketa,
              negaralah  yang  memilih  pakar  tersebut  dan  memaksa  kedua  belah  pihak  untuk  mengikuti
              keputusan pakar tersebut.

              Dengan demikian, sejatinya polemik THR tidak hanya sekadar masalah cabang tetapi masalah
              sistemik yang realitasnya hanya mampu disolusikan dengan penerapan Islam kafah. Wallahu
              a'lam.








                                                           308
   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314