Page 214 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 214
Ya ampun. Iwa Kawi. Gak kuwat! Marja ngakak tak ter
tahankan. Air matanya bercucuran. Kakinya menendangnen
dang. Tangannya memukuli aku. Ia telah sepenuhnya bangkit
dari kejirihan tadi.
Iwa Kawi menyanyikan beberapa komposisi rap etnik di
panggung. Salah satunya berjudul Genderuwo Now. Motifnya
adalah ini:
Genderuwogenderuwogenderuwonow.
Genderuwogenderuwogenderuwonow.
Ia sungguh versi etnik, kampungan, dan edanedanan Iwa
K. Namun, sampai saat tidur nanti, refren sembilan ketukan
itulah yang masih terngiang di telinga kami: Klan/Saduki/tak
percayahidupsetelahmati. Hanya, dalam nada yang sedih.
Sementara ini: genderuwogenderuwogenderuwonow!
Setelah Iwa Kawi dan band rap etnik Hanacaraka mundur,
sang juru acara mengambil alih panggung kembali.
“Kini, inilah dia pasangan sejati… Sangkuriang dan Dayang
Sumbi!”
Berjajar di tepi panggung dalam sikap sila, pemuda
pemudi berpakaian hitamhitam yang semula menari. Mereka
melantunkan mantra yang kelak kukenali. Mantra tujuh ke
tukan. Dengan hentakan hu satu ketuk penuh di belakang.
Semua suku yang lain bernilai setengah ketukan. Kecuali bunyi
Hu. Aku samarsamar mengenali sesuatu.
JirolupatmonemtuwungaluhlassinHu!
Bunyi itu. Bunyi Hu. Selagi aku mengerenyitkan dahi, da
lam iringan musik mulut itu, berjalanlah dari tangga depan ke
atas panggung dua manusia. Sepasang lelaki dan wanita yang
indah. Dua manusia bertubuh ideal. Setelah parade makhluk
20