Page 48 - BUMI TERE LIYE
P. 48
TereLiye “Bumi” 45
Mama menatapku yang purapura melangkah gontai. ”Ya sudah, kamu
makan duluan saja.”
”Terima kasih, Ma.” Aku tersenyum lebar, langsung sigap menuju
meja makan.
Pukul sembilan malam, Papa belum pulang juga. Hujan turun semakin
deras. Hari-hari ini musim hujan, cerah sejenak seperti sore tadi bukan
berarti cuaca tidak akan berubah dalam hitung-an jam. Petir menyambar
terlihat terang dari jendela dengan tirai tersingkap. Gelegar guntur
mengikuti.
Aku bahkan sudah dua kali naik-turun kamar, ruang keluarga,
mengerjakan PR matematika, mengecek Mama yang masih me-nunggu
sambil menonton televisi. Urusan kucingku si Hitam se-dikit terlupakan —
aku menghibur diri dengan meyakini si Hitam minggat ke rumah tetangga,
nantinanti juga pulang. ”Mungkin Papa tiba-tiba diajak pemilik perusahaan
pergi ke luar negeri kali, Ma? Kayak enam bulan lalu.” Waktu itu, Papa malah
baru pulang besok sorenya, mendadak diajak survei mesin pabrik yang
baru. Tetapi setidaknya, waktu itu Papa menelepon, memberitahu, jadi tidak
ada yang menunggunya.
Mama menoleh, terlihat mengantuk. ”Kamu tidur duluan saja, Ra.
Biar Mama yang menunggu Papa.”
Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, kasihan melihat Mama yang
pasti keukeuh tidak akan tidur, tidak akan makan sebelum Papa pulang.
”Atau janganjangan Papa lagi berusaha memenangkan hati pemilik
perusahaan, Ma? Eh, misalnya dengan bikin konser musik di rumahnya,
ngasih hadiah kejutan, kali-kali saja pemilik perusahaan ulang tahun hari
ini.”
Mama tertawa kecil. ”Kamu adaada saja. Sudah, kamu tidur duluan.
Paling juga papamu pergi ke pabrik luar kota. Ponselnya ketinggalan di
kantor. Lupa memberitahu.”
Pukul setengah sepuluh, setelah dipaksa Mama, aku akhirnya naik
kembali ke kamar. Kucingku si Putih sudah malas-malasan meringkuk
http://cariinformasi.com