Page 300 - Tere Liye - Bumi
P. 300

TereLiye “Bumi”   297




                         Setelah sarapan,  Ilo mengajak kami berjalan­jalan di pantai.

                  Tawaran yang menyenangkan. Ou bahkan bersorak kegirangan, meloncat
                  dari bangku.

                         ”Sejak tiba di sini kemarin sore Ou sudah memaksa ingin bermain
                  di pantai.” Vey tertawa.


                         Ou berlari menuruni anak tangga rumah peristirahatan. Aku dan
                  yang lain menyusul. Kaki kami langsung menyentuh pasir pantai yang
                  halus. Matahari sudah beranjak naik. Cahayanya menerpa wajah. Pantai
                  yang  indah. Serombongan burung camar terbang di atas kepala,
                  melengking merdu seolah menyambut kami. Ou menunjuk­nunjuk
                  dengan riang. Angin laut menerpa wajah, membuat anak rambut tersibak.
                  Pelepah daun kelapa melambai pelan.

                         Kami segera bermain di pantai, duduk­duduk di bawah kanopi
                  lebar. Bosan, Ou mengajak aku dan Seli berlarian, me­ngejar dan dikejar
                  ombak. Kami tertawa riang, saling men­ciprati air, berlarian lagi.


                         Setengah jam berlalu tanpa terasa,  Ilo dan Vey terlihat sibuk
                  mengangkut alat  masak ke dekat  kanopi, seperti perapian untuk
                  membakar makanan. Mungkin kami akan membakar jagung—dan aku
                  tidak tahu akan seberapa besar jagungnya. Ou sudah asyik mengajak Seli
                  bermain pasir basah, membuat istana dan bangunan pasir lainnya. Ali
                  hanya duduk di kursi bawah  kanopi, membawa buku  dan majalah,
                  kembali tenggelam dengan kamus bahasa antardunia miliknya.


                         Kami tidak berbeda dengan orang­orang lain yang sedang berlibur di
                  pantai. Yang sedikit membuatnya berbeda adalah ketika Seli mengambil
                  ember plastik—peralatan membuat istana pasir—dari jarak jauh. Seli
                  mengacungkan tangannya, ember plastik yang berada di dekat kanopi itu
                  terbang sejauh tiga meter, mendarat mulus di tangan Seli. Demi melihat
                  itu, Ou ber­seru kaget, menutup mulutnya, sedikit takut, tapi hanya
                  se­bentar. Kemudian dia berseru­seru minta diper­lihatkan lagi. Seli
                  tertawa, mengangguk.

                         Lima menit kemudian, Seli telah memindahkan banyak benda,
                  mulai dari topi, sekop, kerang, kepiting, pelepah kelapa, buah kelapa yang
                  jatuh, apa saja yang diminta Ou.







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   295   296   297   298   299   300   301   302   303   304   305